Mengatasi Metana Tambang Batu Bara untuk Janji Iklim Indonesia

Katadata
Penulis: Conal Campbell
24/2/2022, 04.03 WIB

Dalam perhelatan Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP26) di Glasgow tahun lalu, Pemerintah Indonesia turut menandatangani Prakarsa Metana Global (Global Methane Pledge).

Inisiatif ini ditandatangani oleh 111 negara yang mewakili lebih dari 70% ekonomi global dan hampir setengah dari semua emisi metana antropogenik. Prakarsa ini meminta negara-negara untuk mengurangi emisi metana antropogenik minimal sebesar 30% pada tahun 2030.

Metana diperkirakan 86 kali lebih merusak lingkungan daripada karbon dioksida (CO2). Selama COP26, organisasi think tank di bidang iklim dan energi, EMBER, merilis sebuah blog yang menjelaskan mengapa dunia harus segera beraksi untuk mengatasi metana tambang batu bara. Metana tambang batu bara memiliki dampak iklim jangka pendek yang lebih besar daripada semua emisi CO2 Eropa.

Sementara itu, produksi batu bara Indonesia meningkat lebih dari dua kali lipat dalam 10 tahun hingga 2019, mencapai 616 juta ton. Produksi batu bara Indonesia kini melebihi Amerika Serikat atau Australia. International Energy Agency (IEA) memperkirakan tambang batu bara Indonesia menghasilkan 1,18 juta ton metana, yang setara dengan 101 juta ton CO2. Jumlah ini hampir dua kali lipat emisi CO2 Jakarta. 

Perkiraan metana ini hampir pasti merupakan perkiraan yang terlalu rendah, mengingat jumlah tersebut berasal dari penelitian meja (desk study) menggunakan penilaian mandiri negara dan perusahaan. Laboratorium Nasional Pacific Northwest Departemen Energi AS memperkirakan emisi metana tambang batu bara bisa sepertiga lebih tinggi dari perkiraan IEA.

Sebagian besar produksi batu bara Indonesia berasal dari tambang terbuka, bukan tambang bawah tanah. Namun, seiring berjalannya waktu ketika deposit permukaan habis, praktik penambangan bawah tanah meningkat.

Ini misalnya terjadi di lokasi tambang PT Gerbang Daya Mandiri di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur yang dimulai dengan tambang permukaan tetapi dipindahkan operasinya ke bawah tanah menurut Prakarsa Metana Global. Tren ini sejalan dengan proyeksi Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) yang memperkirakan tambang bawah tanah akan mulai berkembang seiring dengan kenaikan biaya produksi tambang permukaan.

Kedalaman penambangan batu bara sangat mempengaruhi emisi metana. Sebagai aturan praktis, semakin dalam tambang, semakin banyak metana yang ditemukan. Satu ton batu bara yang dihasilkan dari tambang kaya metana mengeluarkan lebih dari sepuluh kali polutan super ini dibandingkan dengan kebanyakan tambang batu bara.

Peran Indonesia di G20

Meskipun kebocoran metana dari industri minyak dan gas terus-menerus diliput, kebocoran metana dari industri pertambangan batu bara pun sebesar kedua industri tersebut. Indonesia telah menjadi net importir minyak selama 20 tahun terakhir, dan menjadi eksportir gas moderat. Namun tren utama baru-baru ini di sektor energi Indonesia adalah pertumbuhan eksponensial produksi dan ekspor batu bara.

Halaman:
Conal Campbell

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.