ESDM Sebut Pertambangan Masih Bisa Terlibat dalam Transisi Energi

ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/foc.
Foto udara area bekas lubang galian tambang emas ilegal di kawasan Kecamatan Sungai Mas, Kabupaten Aceh Barat, Aceh, Jumat (15/1/2021).
Editor: Yuliawati
7/7/2021, 11.16 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan investasi di sektor mineral dan batu bara alias minerba masih cukup menjanjikan, di tengah tren transisi energi.

Pemerintah menilai sektor tambang masih mempunyai peranan yang cukup penting, terutama dalam mendukung pengembangan komponen pembangkit energi terbarukan. "EBT ini masih butuh dukungan dari bahan bahan tambang," kata Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi dalam diskusi secara virtual, Selasa (6/7).

Sehingga, dia meminta para pekerja sektor tambang tak perlu khawatir kehilangan pekerjaan di tengah tren ekonomi hijau. Saat ini pemerintah tengah mempelajari mitigasi atas dampak dari transisi energi ini bagi para pekerja di sektor pertambangan.

"Jadi di sini untuk teman-teman yang bergerak di perusahaan tambang jangan khawatir," ujarnya.

Namun, penambangan secara berkelanjutan merupakan syarat mutlak bila ingin berperan dalam pengembangan EBT di Indonesia. Saat ini, penambangan nikel di Indonesia memiliki rekam jejak kotor sudah mulai menyebar di pasar internasional.

Konsultan Independen di sektor pertambangan Steven Brown sebelumnya mengatakan bahwa saat ini konsumen sangat memperhatikan isu lingkungan pada proses penambangan nikel yang merupakan salah satu bahan baku utama pembuatan baterai lithium-ion untuk kendaraan listrik (EV).

Oleh karena itu ia berharap agar Industri nikel di Indonesia dapat menerapkan kegiatan penambangan yang berkelanjutan. "Sudah mulai dibisikan di pasar kalau nikel Indonesian adalah nikel kotor. Ini terutama dibesar-besarkan oleh produsen nikel di luar Indonesia yang menjadi kompetitor," ujarnya.

Adapun Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menegaskan bahwa pemerintah sudah mengatur agar kegiatan pertambangan di Indonesia menerapkan konsep berkelanjutan. Dia menyebut tekanan dari dunia internasional terhadap komoditas nikel Indonesia terus berdatangan.

"Pertambangan kita sudah diatur agar menerapkan kaidah pertambangan yang baik. Memang ada tekanan dunia internasional," ujarnya.

Berdasarkan data lembaga United States Geological Survey, Indonesia menduduki produsen nikel pertama. Produksi ini mengalami perlambatan produksi nikel dengan perkiraan sekitar 10,9% pada 2020. Indonesia sanggup memproduksi 853 ribu metrik ton nikel pada 2019. Jumlahnya menyusut menjadi sekitar 760 ribu metrik ton pada 2020. Berikut grafik dari Databoks:

Reporter: Verda Nano Setiawan