Fenomena “Zombie Unicorn” Melanda Bisnis Digital
Istilah “zombie unicorn” sedang tren di dunia digital. Di Silicon Valley yang menjadi pusat startup Amerika Serikat (AS) banyak perusahaan teknologi yang sedang mengalami fase ini. Lantas, apa itu zombie unicorn?
Seperti dilansir NBC News, zombie unicorn merujuk pada julukan perusahaan rintisan atau startup yang memiliki valuasi tinggi tetapi goyah. Alhasil, perusahaan tersebut membutuhkan investor baru agar bisa selamat.
Meski demikian, startup yang sedang dalam kondisi tersebut tidak akan tutup. Perusahaan zombie ini masih berjalan dan perlu perbaikan manajemen meskipun kekurangan dana.
“Perusahaan zombie ini tidak akan tutup, karena mereka adalah bisnis nyata, dan mungkin mereka memerlukan waktu ekstra untuk memikirkan beberapa hal,” Kata Justin Fishner-Wolfson, salah satu pendiri 137 Ventures, dikutip dari Axios.
NBC News menyatakan perusahaan teknologi sangat rentan saat penurunan ekonomi. Penyebabnya karena sebagian besar dari mereka pada awalnya tidak menguntungkan dan mengandalkan investasi modal ventura.
Berbagai strategi dilakukan perusahaan untuk menggaet para pelanggan, salah satunya dengan cara “bakar uang”. Strategi ini berakibat perusahaan mengeluarkan modal yang banyak untuk para pelanggan tanpa mendapat keuntungan.
Di sisi lain, perusahaan juga harus menanggung beban akibat bakar uang tersebut. Dengan demikian, perusahaan hanya mengandalkan uang dari para investor.
Ini akan menimbulkan sentimen negatif dari investor modal ventura. Managing Partner East Ventures Roderick Purwana mengatakan, masa terburuk perusahaan teknologi Silicon Valley juga terjadi karena sejumlah pemicu, seperti ekspektasi investor kepada perusahaan teknologi yang berkurang pasca pandemi.
Selain itu, tingginya inflasi dunia yang membuat bank sentral AS, The Fed menaikkan suku bunga menyebabkan biaya investasi mahal. Di samping juga kekhawatiran geopolitik, seperti perang Rusia dan Ukraina juga turut menjadi penyebabnya.
Akibatnya, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) turut menghantam perusahaan. Perusahaan teknologi di Silicon Valley juga mencatatkan penurunan kapitalisasi dan harga saham.
Harga saham Peloton misalnya per 18 Mei 2022 sebesar US$14,4 per lembar, turun 44% sejak awal 2022. Nilai kapitalisasi startup olahraga ini juga turun 58% sejak akhir 2021 menjadi US$4,96 miliar per Mei 2022. Peloton juga merumahkan 2.800 karyawannya pada Februari 2022.
Bukan hanya itu, Robinhood tercatat melakukan PHK terhadap 300 karyawannya pada akhir April, serta Netflix yang merumahkan 150 karyawannya pada Mei. Nilai kapitalisasi dan harga saham pada kedua perusahaan tersebut juga mencatatkan penurunan pada Mei 2022.