Menggali "Emas Hitam" untuk Ketahanan Energi
Mesin-mesin besar sibuk menggali dan memindahkan tanah di sebuah lahan tambang yang terletak di kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, Loa Kulu merupakan daerah penghasil "emas hitam" (batubara) yang cukup penting dengan dioperasikannya perusahaan tambang batubara bernama Oost Borneo Maatschapij (OBM) pada akhir abad ke-19. Pada kurun waktu yang relatif bersamaan, serangkaian kegiatan pengembangan sektor pertambangan batubara terjadi di beberapa wilayah Hindia Belanda saat itu diantaranya; Sawahlunto (Sumatera Barat), Pengaron (Kalimantan Selatan), Bukit Asam (Sumatera Selatan), Sembelimbingan, Pulau Laut (Kalimantan Selatan) dan Teluk Bayur, Berau (Kalimantan Timur).
Dengan sejumlah bukti itu jelas bahwa sudah sejak lama Indonesia merupakan salah satu penghasil batu bara terbesar di dunia. Indonesia saat ini adalah eksportir terdepan batubara thermal. Sebagian besar batubara thermal yang diekspor terdiri dari jenis kualitas menengah (antara 5100 dan 6100 cal/gram) jenis kualitas rendah (di bawah 5100 cal/gram) di mana sebagian besar permintaan berasal dari Cina dan India. Berkaitan dengan cadangan batubara global, Indonesia saat ini menempati peringkat ke-13 dengan sekitar 0.6 persen dari total cadangan batubara global terbukti berdasarkan Tinjauan Statistik BP tentang Energi Dunia. Sekitar 60 persen dari cadangan batubara total Indonesia terdiri dari batubara kualitas rendah yang lebih murah (sub-bituminous) yang mengandung kurang dari 6100 cal/gram.
Dengan tingkat produksi saat ini (dan apabila cadangan baru tidak ditemukan), cadangan batubara global diperkirakan habis sekitar 112 tahun ke depan. Batu bara produksi Indonesia menjadi ketahanan energi di negeri orang, sementara ketahanan energi di dalam negeri justru terbengkalai. Sementara cadangan batu bara Indonesia akan habis dalam 83 tahun ke depan.
Indonesia harus membenahi tata kelola pemanfaatan sumber daya alam salah satunya energi. Dengan mengubah kebiasaan yang tadinya hanya mencari sumber daya alam, menjadi penyimpan. Pemerintah sendiri menargetkan akan membangun pembangkit listrik mencapai 35 ribu mega watt (mw). Untuk mencapai target tersebut, salah satu yang akan menjadi andalan adalah dengan memaksimalkan potensi batubara. Indonesia memiliki banyak cadangan pasokan batubara sehingga lebih layak diperhitungkan untuk dipergunakan. Pasokan batubara yang melimpah sebaiknya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Diperkirakan hingga 10 tahun ke depan, batubara akan tetap menjadi pemasok utama bahan bakar pembangkit di Asia Tenggara.
Meskipun demikian penggunaan batu bara sebagai sumber energi banyak menuai sejumlah kecaman dari pemerhati lingkungan. Siklus hidup batubara mulai dari bawah tanah hingga ke limbah beracun yang dihasilkannya, biasanya disebut sebagai rantai kepemilikan. Rantai kepemilikan ini memiliki tiga rantai utama?penambangan, pembakaran, sampai ke pembuangan limbahnya. Setiap bagian dari rantai ini, menimbulkan daya rusak yang harus ditanggung bumi dan manusia didalamnya.
Foto & Teks: KATADATA | Donang Wahyu