Pakar Hukum Harap Revisi KUHP Beri Batasan Terkait Penghinaan Presiden
Pemerintah dan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat telah menyepakati 14 poin krusial yang menjadi pembahasan pada revisi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Salah satu poin yang dipertahankan adalah pasal menyangkut penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden.
Menurut pakar hukum tata negara, Hamdan Zoelva, Pemerintah dan DPR mesti memuat penjelasan dan batasan menyangkut penghinaan ini, untuk mencegah timbulnya 'pasal karet'.
"Tanpa ada pembatasan, itu menjadi pasal karet karena menyangkut presiden. Itu menjadi sangat penting dalam merumuskan pasal-pasal yang berkaitan dengan kehormatan dan martabat presiden," kata Hamdan dalam acara bertajuk RKUHP: Menyoal Pasal Penghinaan Pemerintah yang disiarkan secara virtual, seperti dikutip Antara, Rabu (29/6).
Hamdan juga berharap agar penyusun undang-undang memberikan penjelasan lengkap di dalam RKUHP, untuk menghilangkan ruang multitafsir terkait pasal penghinaan presiden ini.
Pandangan ini terungkap, karena Hamdan melihat masyarakat di negara demokrasi memiliki hak untuk mengkritik pemerintah. Selain itu, menyampaikan atau mengekspresikan ketidaksetujuan mereka terhadap pemerintah.
"Masalahnya adalah sejauh mana cara penyampaian kritik itu sehingga tidak menyentuh hal-hal yang sangat berkaitan dengan personal," ucap dia.
Menurutnya, kebebasan yang tidak teratur dapat menimbulkan konflik sosial. Untuk itu dibutuhkan mekanisme pidana agar menjaga situasi kondusif. Salah satunya seperti pembentukan pasal tentang penghinaan pemerintah atau presiden.
"Tetapi batasan-batasan menjadi sangat penting untuk diperjelas agar tidak menjadi pasal karet," ujarnya.
Pembentukan pasal tersebut merupakan salah satu upaya kanalisasi yang dapat mengatur etika dan akhlak ketika menyampaikan kritik terhadap pemerintah dan presiden.
"Bangun akhlak ini melalui pendekatan hukum. Itu juga akan mengarahkan kepada keberadaban kehidupan berbangsa yang lebih baik. Demokrasi tanpa akhlak dan etika itu adalah air bah yang besar," ungkap mantan Hakim Konstitusi ini.
Sementara itu, jika merunut pada proses di DPR, setelah mendapatkan persetujuan Komisi III DPR RI mengenai 14 isu krusial tersebut dan akan mengirimkan surat kepada Presiden, langkah selanjutnya adalah persetujuan untuk membahas Pembicaraan Tingkat II, dan setelahnya pengesahan pada Rapat Paripurna.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memastikan, Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis (30/6) belum akan mengambil keputusan Tingkat II mengenai RKUHP.
"Sampai dengan saat ini dan jadwal paripurna besok, kami belum ada pengesahan RUU KUHP," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/6), seperti dikutip Antara.
Dia mengatakan DPR RI masih melaksanakan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan hingga penutupan Masa Sidang Kelima pada 7 Juli 2022 mendatang.
Target penyelesaian RKUHP pada masa sidang ini sebelumnya diungkapkan Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto. Dia menginginkan RKUHP segera disahkan pada masa sidang kelima ini.