Pengamat: Pemilu Proporsional Tertutup Bukti Kegagalan Partai Politik
Wacana mengenai sistem pemungutan suara secara proporsional terbuka atau tertutup pada pemilu kembali mencuat ke permukaan. Penyebabnya adalah uji materi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Meskipun gugatan ini masih bergulir di MK, tetapi keputusan ini dapat mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka seperti saat ini, di mana surat suara menampilkan logo partai politik serta calon legislatif untuk dipilih langsung, menjadi sistem proporsional tertutup. Jika demikian, maka nantinya surat suara hanya menampilkan logo partai politik, dan partai yang akan menentukan caleg yang berhak masuk ke parlemen.
Menanggapi polemik ini, Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas, menganggap perubahan pada sistem proporsional terbuka pada pemilu akan menunjukkan kegagalan partai politik dalam menjalankan fungsinya.
Sebab, pemilih dapat lebih mengenal individu calon legislatif jika dilakukan dengan proporsional terbuka. Selain itu, sistem ini juga memberikan kesempatan kepada setiap caleg untuk berkompetisi secara terbuka. "Partai juga diberikan penuh sejak melakukan perekrutan dan mengusulkan calon legislatif," kata Fernando, Senin (2/1).
Seharusnya, tambah Fernando, semua caleg pilihan partai politik merupakan sosok yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk menjadi wakil partai di legislatif. "Jangan sampai sistem proporsional tertutup, akan menjadi lahan bagi partai politik untuk melakukan transisional terhadap caleg yang akan ditunjuk," katanya.
Akan tetapi di sisi lain, Fernando juga mengakui bahwa sistem proporsional terbuka membuka peluang pemilih lebih transaksional. Untuk itu, ia menekankan tugas partai politik untuk memberikan pendidikan kepada kader yang ada di parlemen, agar membuat undang-undang untuk memperkecil peluang kesempatan transaksional.
Sebelumnya, uji materi terhadap Pasal 168 Ayat 2 Undang-undang tentang Pemilu mengenai sistem proporsional terbuka diajukan ke MK dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022. Uji materi ini diajukan pemohon atas nama Demas Brian Wicaksono (Pengurus PDIP), Yuwono Pintadi (Anggota Partai NasDem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.
Jika judicial review tersebut dikabulkan, maka, pada pemilu 2024 mendatang berpotensi berubah menggunakan sistem proporsional tertutup.