Green Sukuk Berhasil Kurangi Emisi Karbon 10,3 Juta Ton
Kementerian Keuangan telah menerbitkan impact untuk green sukuk sejak awal pembukaannya pada 2018 hingga 2020. Direktur Surat Utang Negara pada Direktorat Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayan dan Risiko Kementerian Keuangan, Deni Ridwan, menyampaikan bahwa produk green sukuk tersebut telah berhasil mengurangi emisi CO2 atau karbondioksida sebesar 10,3 juta ton.
Emisi CO2 dipercaya sebagai sumber penyebab terjadinya perubahan iklim.
Impact tersebut berasal dari beragam proyek yang memiliki inisiatif pengurangan emisi, seperti 23 green project yang salah satunya berupa pembangunan rel kereta double track atau jalur ganda sepanjang 727 kilometer di utara Pulau Jawa. Kemudian 121 unit terkait renewable energy untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga surya, mini hydro, dan micro hydro power plant.
“Jadi kita membuat pembangkit listrik kecil dengan bersumber dari air atau solar (tenaga surya),” ujarnya dalam webinar Smart Investment for Smarter Generation yang diselenggarakan Katadata.co.id pada Selasa (24/5).
Selain itu, impact dari green sukuk juga mengalir ke pengelolaan waste and water, proyek renewable energy, dan resiliensi untuk climate change atau perubahan iklim.
Sementara itu, terkait dengan Sustainable Development Goals (SDG) Bond, kata Deni, sedang dalam persiapan untuk penerbitan first impact report. Deni menjelaskan bahwa tahun lalu, dana yang diperoleh dari SDG Bond telah digunakan untuk pembiayaan proyek sosial.
“Karena kemarin pandemi, jadi utamanya terkait dengan kesehatan dan pendidikan,” ujar Deni.
Kemudian, dia mengungkapkan bahwa telah banyak permintaan agar SDG Bond diterbitkan dalam bentuk mata uang lain, selain Euro yang telah diterbitkan sebelumnya. Bahkan, juga ditawarkan untuk investor retail. “Ini sesuatu yang sedang kita siapkan untuk ke depan,” tuturnya.
Menurutnya, persiapan untuk tematik bond, seperti SDG Bond mesti dilakukan dengan matang dan mempersiapkan berbagai proyek kredibel serta dapat dipertanggung jawabkan. Selain harus sesuai kerangka kerja yang sudah dibangun pemerintah, penting pula untuk mempertimbangkan dampak terukur dari pelaksanaan proyek tersebut.
Oleh sebab itu, dia berpendapat bahwa mempersiapkan sebuah proyek bukanlah pekerjaan mudah. Untuk mencapai kesuksesan, juga diperlukan kerja sama yang baik dengan pemangku kepentingan lain.
“Kita bekerja sama dengan para stakeholder, terutama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), juga dengan kementerian dan lembaga lain yang mereka menjadi pengelola proyek-proyek yang dibiayai SDG Bonds maupun green sukuk,” jelasnya.
Terkait dengan minat investor, menurut Deni terdapat pergantian generasi sejak pemerintah pertama kali mengenalkan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) retail secara online pada 2018. Sebelum itu, investor utama terdiri dari generasi baby boomers, sementara sekarang berkembang menjadi generasi milenial.
“Kalau kita bicara masalah sukuk tabungan, dari beberapa penerbitan, sekarang yang sudah menjadi investor green sukuk sekitar 31 ribu investor dan 40 persennya generasi milenial,” kata Deni.
Pandangan masyarakat Indonesia terhadap pemanasan global masih terbelah. Meski demikian, kepedulian masyarakat menyangkut persoalan ini meningkat dalam satu dekade belakangan. Berikut datanya:
Deni mengaku bahwa pemerintah saat ini tengah gencar menjaring investor muda dalam green sukuk maupun bond tematik. Bonus demografi yang dimiliki Indonesia pada masa mendatang menjadi alasan utama. Sementara berbagai proyek pembangunan menurutnya perlu pembiayaan dari sumber modal jangka panjang.
“Strategis sekali kita bisa menanamkan mindset kepada generasi muda untuk beralih dari yang dulunya saving society menjadi investing society,” ujarnya.