SKK Migas dan KEN Menggodok Insentif bagi Kontraktor Migas

Yura Syahrul
25 Agustus 2015, 17:34
skk migas.jpg
www.skkmigas.go.id

KATADATA ? Penurunan harga minyak dunia hingga di bawah US$ 40 per barel saat ini telah memukul industri hulu minyak dan gas bumi (migas). Banyak perusahaan migas memilih mengerem ekspansi usahanya dan melakukan efisiensi karena pendapatannya menurun. Karena itu, pemerintah tengah mempertimbangkan pemberian insentif kepada para kontraktor migas.

Kepala Bagian Humas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas) Elan Biantoro melihat kondisi investasi di sektor hulu migas saat ini cenderung lesu karena anjloknya harga minyak. Sejumlah kontraktor migas telah menunda dan mengurangi investasinya. Bahkan, ada kontraktor yang memilih menjual blok migas miliknya meski masa kontrak belum habis.

Karena itu, perlu memberikan insentif kepada kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) sehingga mereka tetap tertarik berinvestasi. "Perlu adanya pemanis untuk menarik investasi yang lesu," kata Elan Biantoro kepada Katadata, Selasa (25/8). Menurut dia, rencana pemberian insentif kepada para pelaku usaha sektor hulu migas tersebut tengah dibahas SKK Migas bersama dengan Komite Eksplorasi Nasional (KEN).

Namun, Ketua Komite Eksplorasi Nasional Andang Bachtiar masih belum mau mengungkapkan rencana insentif yang akan diberikan pemerintah tersebut. Sebaliknya, menurut dia, penurunan harga minyak dunia sekarang seharusnya dapat dimanfaatkan para kontraktor migas untuk memacu kegiatan eksplorasi. Dengan begitu, produksi migas nasional sudah semakin besar ketika harga minyak dunia naik lagi di masa depan.

Di tempat terpisah, anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kurtubi mengungkapkan, ada beberapa insentif yang dapat diberikan pemerintah kepada kontraktor migas. Antara lain adalah, pemerintah bisa memperbaiki proses perizinan migas yang saat ini masih terlalu berbelit-belit.

Selain itu, pemerintah bisa memberlakukan kembali sistem lex specialis atau keistimewaan terhadap bisnis migas. Artinya, para pelaku industri migas tidak diperlakukan sama dengan para pelaku industri lain. Misalnya, keistimewaan dalam penetapan pajak. Sebab, bisnis sektor hulu migas itu punya karateristik khusus: berisiko tinggi, teknologi tinggi dan padat modal. ?Jadi harus spesifik. Perpajakan yang berlaku secara umum seharusnya tidak berlaku di migas," ujar Kurtubi.

(Baca: Target Lifting Minyak Tahun Ini Sulit Tercapai)

Sekadar informasi, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015, pemerintah menargetkan lifting (produksi siap jual) minyak tahun ini sebesar 825 ribu barel per hari. Adapun hingga akhir Juli lalu, lifting minyak tercatat masih 762 ribu barel per hari. Namun, Pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto meragukan target tersebut bakal tercapai. Prediksinya, lifting minyak tahun ini paling tinggi 800 ribu barel per hari. Bahkan, dia pesimistis rencana pemberian insentif kepada kontraktor migas akan berdampak langsung terhadap produksi minyak tahun ini. Salah satu sebabnya adalah kondisi sumur migas yang sudah semakin tua. 

Reporter: Arnold Sirait
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...