Akuisisi Tiga Fintech Terganjal, GoJek Harus Izin Bank Indonesia
Proses akuisisi perusahaan financial technology (fintech) yang dilakukan oleh penyelenggara jasa sistem pembayaran seperti Go-Jek harus dilaporkan ke Bank Indonesia. Otoritas moneter ini pun harus memberi persetujuan, sebelum aksi korporasi dilakukan.
"Agar pengawasan sistem pembayaran dapat berjalan efektif," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Agusman dalam keterangan pers di Jakarta, Sabtu, 16 Desember 2017.
Agusman menambahkan, perizinan tersebut "Juga untuk memastikan kegiatan tersebut memperhatikan keamanan sistem, perlindungan konsumen, dan keamanan nasional."
Dalam proses akuisisi yang dilakukan Go-Jek untuk mengembangkan Go-Pay, kata Agusman, BI juga akan melakukan penelitian lebih lanjut sebelum memberikan lampu hijau. Penelitian yang dilakukan adalah berupa pendalaman dari sudut teknologi informasi, persyaratan dokumen, maupun aspek operasional lainnya.
(Baca juga: Panasnya Persaingan Uang Elektronik GoJek dan Grab Jelang Tutup Tahun)
Agusman mengatakan, ketentuan ini tidak hanya berlaku bagi Go-Jek. "Tapi untuk setiap rencana pengambilalihan saham yang akan dilakukan oleh penyelenggara sistem pembayaran, baik untuk pengembangan bisnis maupun pengembangan inovasi," tuturnya.
Meski melakukan pengawasan berlapis, BI menyatakan tetap mendukung kemajuan teknologi dan inovasi, khususnya dalam ekonomi digital. Namun sebagai otoritas sistem pembayaran, kata Agusman, BI tetap mengedepankan aspek perlindungan konsumen dan iklim usaha yang sehat.
"Tujuannya agar industri teknologi finansial mampu mendukung perekonomian nasional," katanya.
Go-Jek pekan lalu baru mengumumkan akuisisi terhadap tiga fintech yakni Midtrans, Kartuku, dan Mapan. Sebelum itu, Go-Jek juga mengakuisisi PT MVCommerce (PT Dompet Anak Bangsa) pada akhir 2016 lalu dan menggunakan lisensi penerbitan uang elektroniknya, yakni PonselPay untuk mengembangkan Go-Pay.
Sementara Grab yang merupakan pesaing Go-Jek, baru saja menggandeng PT Visionet Internasional agar dapat menggunakan lisensi uang elektronik OVO untuk kembali menghidupkan GrabPay. Grab juga bekerja sama dengan PayTren milik Yusuf Mansur untuk memperluas daya jangkau masyarakat.
(Baca juga: GrabPay Bisa Diisi Ulang Lagi setelah Gandeng E-Money OVO Milik Lippo)
Peraturan Bank Indonesia Nomor 40 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran mengatur pihak-pihak yang terlibat dalam proses transaksi pembayaran. Selain permohonan izin untuk menjadi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP), pengembangannya juga perlu izin.
Dalam regulasi itu disebutkan, permohonan dan persetujuan diwajibkan bagi pihak-pihak yang telah memperoleh izin sebagai penyelenggara jasa sistem pembayaran dan akan melakukan kegiatan pengembangan jasa sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas jasa pembayaran, dan/atau melakukan kerja sama dengan pihak lain.
Menurut PBI 40/2016, penyelenggara dompet elektronik yang wajib memperoleh izin atau persetujuan dari BI adalah penyelenggara dengan pengguna aktif minimal 300 ribu orang. Namun, jika penggunanya berada di bawah angka tersebut, penyelenggara harus menyampaikan laporan kegiatan penyelenggaraan kepada BI.
Izin penyelenggaran BI pun bisa dialihkan izin dari BI. Sebelum izin berlaku, pihak yang telah melakukan kegiatan pengalihan dan penyelenggaran wajib untuk mengajukan izin dalam waktu maksimal 6 bulan.