Tanggung Beban Rp 14,7 Triliun, PLN Ajukan Dua Opsi Harga Batu Bara
PT Perusahaan Listrik Negara/PLN (Persero) meminta pemerintah menetapkan patokan harga batu bara untuk dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO). Ini karena harga batu bara terus meningkat, sehingga PLN menanggung beban keuangan.
Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Supangkat Iwan Santoso mengatakan tahun lalu dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) tahun 2017, harga batu bara dipatok US$ 63 per metrik ton. Namun, realisasinya harga batu bara di atas US$ 80 per metrik ton.
Dengan selisih itu, artinya PLN harus menanggung beban, apalagi tarif listrik tidak berubah. “Kami tidak bisa minta ganti rugi, karena subsidi tidak ada. Dampaknya menjadi Rp 14 triliun," kata Iwan di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (5/2).
Jika melihat laporan keuangan konsolidasian interim (tidak diaudit) PLN hingga kuartal III 2017, tercatat beban keuangan PLN mencapai Rp 14,7 triliun. Beban keuangan ini meningkat dibandingkan tahun 2016 yang mencapai Rp 13,9 triliun.
Besarnya beban keuangan itu, menurut Iwan karena 60% pembangkit PLN berasal dari batu bara. PLN banyak menggunakan batu bara karena lebih murah. Harga listrik dari bahan bakar batu bara bisa mencapai Rp 650 per kwh. Sementara Bahan Bakar Minyak (BBM) mencapai Rp 1.600 per kwh. Adapun gas ongkos produksinya mencapai US$ 8 sen per kwh.
Namun, untuk mengurangi beban keuangan PLN meminta harga batu bara di kisaran US$ 60 per metrik ton. "Itu sebenarnya menurut PLN reasonable. Jadi penambang masih hidup kami juga sustain," kata Iwan.