Skema Kemitraan, Solusi Mendorong Produktivitas Pangan

Michael Reily
12 Maret 2018, 15:01
sawah
ANTARA FOTO/Abriawan Abhe
Seorang petani menyemprotkan racun pembasmi hama di persawahan Desa Tana Harapan, Kecamatan Rilau Ale, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Kamis (16/3). Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menargetkan pencetakan sawah baru pada 2017 seluas 2.500 hekta

Upaya pemerintah mewujudkan kedaulatan pangan nasional masih menghadapi sejumlah tantangan. Di sisi lain, tenaga kerja di sektor pertanian, peternakan dan nelayan  masih kesulitan meningkatan produktivitas usahanya lantaran terkendala faktor permodalan. Karenanya, butuh stretegi kemitraan dari segenap pemangku kepentingan guna mendukung produktivitas dan mewujudkan ketahanan pangan.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan akses permodalan dari perbakan ke petani saat ini belum optimal. Menurut laporan dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), total kredit yang disalurkan untuk sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) saat ini jumlahnya baru sekitar 20%.

Kesulitan petani mendapat akses permodalan menjadikan tata niaga pertanian dikuasai tengkulak. Enggar mengungkapkan bahwa tengkulak biasanya akan membuat perjanjian dengan petani yang tidak punya modal.

(Baca : Dukung Pemerataan Ekonomi, Kadin Targetkan Gandeng 1 Juta Mitra)

Alhasil, tengkulak bakal memberikan pinjaman dengan jaminan penjualan barang dengan harga yang lebih rendah. “Ini yang membentuk harga tinggi karena dari awal sudah terjadi kesepakatan bagi hasil yang tidak seimbang,” ujar Enggar.

Karenanya, Enggar mengungkapkan pemerintah akan melakukan mediasi supaya petani menjadi sejahtera serta para pengusaha juga mendapatkan keuntungan. “Masuknya bisa lewat jalur perbankan,” katanya dalam acara Jakarta Food Security Summit, Jumat (9/3).

Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Pengolahan Makanan dan Industri Peternakan Juan Permata Adoe, sebelumnya menuturkan dukungan pendanaan berkesinambungan akan dijembatani lewat penerapan skema inovasi pembiayaan yang membuka akses bagi para petani, peternak dan nelayan guna mendapatkan pemodalan baik dari perbankan maupun lembaga keuangan non-bank.

Selain itu, perlu juga peran lembaga yang yang bertindak selaku pendamping dalam pengelolaan produksi dan distribusi hasil pangan, berikut pelaksana penyaluran pembiayaan.

(baca juga : JK: Kolaborasi Pemerintah dan Pengusaha Dorong Ketahanan Pangan)

Penerapan skema closed-loop atau rantai kemitraan terintegrasi yang menghubungkan petani, koperasi, perusahaan selaku pembeli yang menyerap komoditas pangan (offtaker) sekaligus penjamin pendanaan (avalis) dan perbankan, dapat menjadi salah satu solusi.

Skema tersebut sebelumnya banyak dipraktikkan pada sektor perkebunan sawit, dimana para petani menggarap lahan bersertifikat dan legal, yang memungkinkan mereka mengagunkan lahan untuk menjaring kredit dengan bunga terjangkau. Dengan ketersediaan pendanaan, para petani perkebunan sawit mampu membeli dan menggunakan bibit unggul bersertifikat, sehingga produktivitas mereka turut naik, terlebih mereka juga mendapatkan pendampingan guna menjalankan praktik agribisnis terbaik.

Sementara itu di lain pihak, perbankan mengklaim memiliki sudah kepedulian terhadap petani, peternak dan nelayan. Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) Suprajarto menyatakan pihaknya telah mendirikan sejumlah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), sebagai salah satu upaya pemberdayaan usaha UMKM dan penyalurankredit bagi pelaku usaha mikro, sekaligus meningkatkan inklusi keuangan masyarakat.

Namun, Suprajarto meminta pengusaha menjadi offtaker dari hasil produksi. Menurutnya, harus ada kajian komprehensif tentang dukungan dunia usaha supaya petani sejahtera dengan penghasilannya yang lebih baik. “Kepastian pengembalian kredit sulit kalau tidak ada jaminan perusahaan,” katanya.

Halaman:
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...