Pemerintah Targetkan Kontrak 10 Blok Migas Diteken Tahun Ini
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan memutuskan nasib blok minyak dan gas bumi (migas) yang akan berakhir hingga 2020. Dalam waktu dua tahun ke depan setidaknya ada 10 blok migas yang kontraknya akan habis.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan dari 10 blok migas itu ada enam kontraktor yang sudah mengajukan proposal perpanjangan. Namun, ia belum mau merinci nama enam kontraktor di blok tersebut.
Dari data yang dihimpun Katadata.co.id, untuk tahun 2019 ada empat blok yang habis kontraknya. Blok itu adalah Bula di Maluku, Seram Non Bula di Maluku, Jambi Merang di Sumatera Selatan, Raja dan Pendopo di Sumatera Selatan.
Sedangkan di tahun 2020 ada enam blok. Blok tersebut yakni South Jambi B di Jambi, Brantas di Jawa Timur, Malacca Strait di Selat Malaka, Makassar Strait di Selat Makassar, Salawati Basin di Papua, dan Kepala Burung di Papua.
Beberapa kontraktor memang sudah mengajukan minat memperpanjang kontrak. Di antaranya adalah Blok Raja dan Pendopo; dan Jambi Merang.
Saat ini blok tersebut dikelola Badan Operasi Bersama (Joint Operating Body/JOB) PT Pertamina (Persero) dan Talisman. Sedangkan Blok Raja dan Pendopo saat ini dioperasikan Badan Operasi Bersama (Joint Operation Body/JOB) PT Pertamina Hulu Energi Raja Tempirai- Golden Spike Indonesia Ltd. Masing-masing kontraktor migas itu memiliki hak kelola sebesar 50%.
Djoko menargetkan 10 blok yang akan berakhir hingga tahun 2020 itu diteken tahun ini. "Seluruh blok paling telat Juni kami teken (kontraknya)," kata dia di Jakarta, Senin (2/4).
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar pernah mengatakan kontraktor mengelola blok tersebut kurang dari 50 tahun berpeluang mendapatkan perpanjangan. Mereka juga bisa memilih jenis kontrak yang akan dipakai yakni gross splitatau yang menggunakan penggantian biaya operasional (cost recovery).
(Baca: Pemerintah Ajukan Syarat Perpanjang Kontrak Blok yang Sudah 50 Tahun)
Namun untuk kontak yang sudah sampai 50 tahun, pemerintah tetap memberi peluang kontraktor mengelola kembali blok tersebut dengan beberapa syarat. Salah satunya mereka harus bersedia menggunakan kontrak Gross Split dan tidak bisa memilih.
"Tidak semua blok ada yang perpanjangan. Kalau perpanjangan opsinya boleh memilih, terminasi harus Gross Split," kata Arcandra.