Sanksi Pertamina Atas Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan sanksi kepada PT Pertamina (Persero) atas tumpahan minyak di Teluk Balikpapan. Sanksi ini diberikan karena perusahaan itu dianggap lalai terhadap kondisi pipa yang menyebabkan minyak tumpah di perairan tersebu.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan Pertamina akan mendapatkan sanksi administrasi atas kejadian tersebut. “KLHK akan menerbitkan sanksi administrasi kepada Pertamina RU V Balikpapan untuk melakukan pemulihan lingkungan akibat kebocoran pipa," kata Siti di dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, Jakarta, Senin (16/4).
Setidaknya ada lima temuan Kementerian LHK atas kelalaian Pertamina. Pertama, dokumen lingkungan tidak mencantumkan dampak penting alur pelayaran pada pipa. Kedua, dokumen lingkungan tidak mencantumkan kajian perawatan pipa. Ketiga, inspeksi pipa tidak memadai hanya untuk kepentingan sertifikasi. Keempat, tidak memiliki sistem pemantauan pipa otomatis. Kelima, tidak memiliki sistem peringatan dini.
KLHK juga akan berkoordinasi dengan Polisi Daerah (Polda) Kalimantan Timur untuk menyelidik dan menyidik kasus tumpahan minyak itu. Penyelidikan mendalam dilakukan untuk menentukan faktor penyebab patahnya pipa. Ini guna menentukan pihak subjek hukum yang bertanggung jawab dalam kasus pencemaran lingkungan.
Tumpahan itu juga berdampak pada lingkungan. Pertama, terdapat pasir/tanah yang terkontaminasi minyak sebanyak 12.145 m3 di Kota Balikpapan dan 30.156 m3 di Kabupaten Penajam Paser Utara.
Kedua, masih ditemukan jejak minyak di pasir pantai pada kedalaman yang bervariasi, mulai dari vegetasi pantai, muara sungai, biota, batu karang. Ketiga, area hutan mangrove yang terkena dampak tumpahan terdapat pada Penajam Paser Utara dan Kariangau Kota Balikpapan dengan luas area terdampak sekitar 270 hektare (ha).
Akibat dampak kerusakan ini, Siti meminta masyarakat sekitar agar tidak beraktifitas di pantai seperti berenang atau memancing, ini karena potensi bahaya masih ada. Apalagi sampel tanah atau pasir laut yang masih terkontaminasi masih dianalisis di laboratorium.
Menanggapi hal itu, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Elia Massa Manik meminta agar keputusan Kementerian LHK tidak disalahartikan. Apalagi Direktur Teknik dan Lingkungan dan Kementerian ESDM, juga sedang menginvestigasi kasus tersebut. “Jangan langsung diinterpretasi. Kami kan surat izin komplit, tapi ini dalam rangka pemulihan dan membuat sistem baru kedepan,” ujar dia.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar juga mengatakan pipa penyaluran milik Pertamina di Teluk Balipapan itu sudah layak operasi dan sesuai dengan standar ASME/ANSI B.31.4 dan spesifikasi teknis. "Sehingga dalam keadaaan layak operasi," kata dia.
Pipa penyalur tersebut juga berada di Daerah Terbatas Terlarang (DTT). Jadi seharusnya tidak boleh membuang jangkar karena dapat mengganggu operasi pipa. Untuk itulah di daerah pipa itu terbentang diberikan penanda sehingga akan memandu pelayaran kapal agar tidak berhenti.
Namun, Arcandra berharap proses penyelidikan yang dilakukan Polisi Daerah Kalimantan Timur dapat selesai secepatnya. Dengan begitu bisa diketahui siapa pihak yang bertanggung jawab.
Direktur Jendral Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan R. Agus H. Purnomo mengatakan penyebab patahnya pipa Pertamina itu masih dalam proses penyelidikan oleh polda setempat. Akan tetapi ada dugaan jangkar kapal pengangkut batu bara berbendera Panama yang membuat pipa Pertamina putus. "Dalam pelayaran ini, kapal ini diperkirakan jangkarnya lolos," kata Agus.
Direktur Kriminal Khusus Polda Kaltim, Kombes Pol Yustan Alpiani mengatakan pihaknya telah mengambil 45 saksi untuk menindaklajuti lebih lanjut kasus tumpahan minyak ini. Saksi-saksi ini merupakan masyarakat sekitar yang terlibat menjadi saksi mata kejadian tersebut.
(Baca: Menteri LHK Prediksi 2 Penyebab Pipa Minyak Putus di Teluk Balikpapan)
Pihak kepolisian juga sudah mengangkat pipa yang putus tersebut ke darat utuk diselidiki. "Hari ini pipa dilakukan pemotongan, untuk melihat ini benturan atau apa, ini supaya kasus ini jelas apakah pipa ini terseret jangkar atau gak," kata dia.
Wakil Ketua Komisi VII DPR, Herman Khaeron khawatir masalah ini menjadi masalah panjang jika tidak ditindaklajuti cepat dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingna. "Ini perlu dijalankan," ujarnya.
Anggota Komisi VII DPR Mukhtar Tompo mengaku kinerja penyelidikan kasus ini terkesan lambat, sebab hingga kini belum diketahui siapa yang menjadi pelakunya. "Objek pidana tidak jelas, ini perlu jadi perhatian kami semua," ujarnya.