Bidik Data Perusahaan Multinasional, Indonesia Negosiasi dengan AS
Indonesia tengah bernegosiasi dengan Amerika Serikat (AS) untuk bisa melakukan kerja sama pertukaran Country by Country Report (CbCR) guna mencegah penggerusan pajak dan pengalihan laba usaha terutama oleh perusahaan multinasional. CbCR adalah salah satu dokumen transfer pricing yang disampaikan wajib pajak perusahaan induk kepada otoritas pajak negaranya dan ditujukan untuk dipertukarkan dengan otoritas pajak di negara lain.
Kepala Subdirektorat Pertukaran Informasi Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak Leli Listianawati mengatakan Indonesia telah melakukan tiga kali perundingan dengan AS, namun masih ada satu isu yang membuat belum ditandatanganinya kesepakatan pertukaran CbCR dengan Negeri Paman Sam tersebut. Isu yang dimaksud yakni terkait Undang-Undang 24 Tahun 2009 tentang bahasa.
“Apabila (Indonesia) membuat suatu nota kesepahaman (internasional) harus dalam dua bahasa. Amerika masih menego mengenai waktu karena mereka harus me-review (nota kesepahaman) bahasa Indonesia melalui legal mereka,” kata Leli dalam diskusi dengan wartawan, Kamis (19/4).
Indonesia membidik pertukaran CbCR dengan semua negara kecuali Israel yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia. Adapun lebih dari 100 negara telah berkomitmen melakukan pertukaran CbCR baik melalui kesepakatan multilateral (Multilateral Competent Authority Agreement/MCAA) maupun bilateral (Billateral Competent Authority Agreement/BCAA).
Menurut Leli, banyaknya negara yang dibidik lantaran Indonesia ingin mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai kegiatan perusahaan multinasional di berbagai negara yang selama ini sangat sulit didapatkan.
Per April 2018, sudah terdapat 52 yurisdiksi yang MCAA-nya telah teraktivasi dengan Indonesia dan tiga yurisdiksi yang MCAA-nya akan diaktivasi pada Mei 2018. Selain itu, seperti disinggung di awal, ada satu yurisdiksi yaitu AS yang masih dalam tahap negosiasi BCAA dengan Indonesia.
Adapun CbCR memuat informasi mengenai alokasi penghasilan, pajak yang dibayar, dan aktivitas usaha per negara atau yurisdiksi dari seluruh anggota grup usaha baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Selain itu, memuat juga daftar anggota grup usaha dan kegiatan utama per negara atau yurisdiksi, termasuk yang berstatus Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Perusahaan induk atau Ultimate Parent Entity yang dituju untuk menyerahkan CbCR yaitu yang peredaran bruto konsolidasinya lebih dari Rp 11 triliun atau setara 750 juta euro.
(Baca juga: Akuntan Minta Kelonggaran Soal Dokumen Pencegahan Transfer Pricing)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Hestu Yoga Saksama mengatakan data CbCR dari berbagai negara utamanya bakal digunakan untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak. Namun, ia tidak menutup kemungkinan data bakal digunakan untuk memecahkan kasus-kasus lama penghindaran pajak. “Lebih sifatnya preventif walaupun untuk dipakai represif juga bisa,” kata dia.