Pemerintah Pertimbangkan Usul Shell Naikkan Harga BBM
Pemerintah telah menerima pengajuan harga baru bahan bakar minyak (BBM) dari Shell Indonesia. Perusahaan migas asal Belanda itu berencana menaikkan BBM nonsubsidi lantaran harga minyak dunia terus beranjak naik.
Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Djoko Siswanto mengatakan usulan Shell masih dalam proses dan belum diputuskan. “Sudah ada dari PT Shell. Belum (disetujui), belum saya lihat, tapi sudah masuk,” kata Djoko di Jakarta, Senin (14/5). (Baca juga: Aturan Terbit, Perubahan Harga BBM Nonsubsidi Perlu Restu Pemerintah).
Karenanya, Djoko belum bisa merinci harga baru yang diajukan Shell. Usulan tersebut akan disetujui apabila profit yang diterima badan usaha tidak lebih dari batas yang telah diatur. Menurut Djoko, maksimal profit yang disetujui tidak lebih dari 10 persen. Dia berjanji akan segera memproses usulan Shell dan menghitung harga yang bisa diterapkan.
Berdasarkan catatan BPH Migas, ada empat jenis BBM yang dipasarkan Shell di wilayah Jakarta. Per 24 Maret 2018, harga BBM keluaran Shell untuk jenis Super sebesar Rp 9.350 per liter, V-Power Rp 10.550, Diesel Rp 10.450 per liter, dan regular atau BBM setara Pertalite Rp 8.500 per liter.
Sebagaimana diketahui, pemerintah mewajibkan badan usaha, PT Pertamina ataupun swasta, agar melaporkan bila hendak menaikkan harga BBM nonsubsidi. Mereka mesti berkonsultasi terlebih dulu dengan pemerintah. (Baca juga: Chatib Basri: Kontrol Harga BBM dan Risiko Utang BUMN Menekan Rupiah).
Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 21 Tahun 2018. Di sisi ditegaskan badan usaha termasuk Pertamina harus mendapatkan persetujuan pemerintah sebelum menaikkan harga jual BBM. Pertimbangannya, kenaikan harga BBM nonsubsidi bisa memicu inflasi yang berdampak terhadap daya beli masyarakat.
Pemerintah juga akan menghapus batas bawah margin BBM. Alhasil, badan usaha hanya memiliki batas maksimal margin penjualan BBM sebesar 10 persen. Saat ini margin yang dibolehkan dalam rentang batas bawah lima persen dan batas atas 10 persen.
Atas rencana tersebut, pemerintah diminta untuk berhati-hati dalam mengatur harga BBM nonsubsidi. Kebijakan tersebut bisa berpengaruh pada iklim investasi, apalagi jika kebijakan pemerintah merugikan badan usaha. (Baca: Pengaturan Harga BBM Nonsubsidi Mengancam Iklim Investasi).
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan pemerintah memang memiliki kewenangan mengatur harga BBM sesuai amanat Mahkamah Konstitusi (MK). Tahun 2003, MK pernah memutuskan perkara No.002/PUU-I/2003 dengan menyatakan harga BBM dan gas bumi yang diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.
Komaidi khawatir harga yang disetujui pemerintah tidak sesuai dengan hitungan badan usaha bisa berdampak negatif bagi iklim investasi. Selain itu, dikhawatirkan akan ada pengurangan pasokan jika harga itu merugikan badan usaha.