Pelaku Pasar Tunggu Rilis Bunga The Fed, Mata Uang Asia Terpukul
Pelaku pasar global tengah menantikan rilis bunga acuan Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed). Pelaku pasar meyakini The Fed bakal mengerek lagi bunga acuan 0,25% ke level 2% lantaran tingkat inflasi yang mendekati target. Seiring penantian tersebut, dolar Amerika Serikat (AS) menguat dan memukul mata uang negara-negara di Asia Pasifik.
Saat berita ini ditulis, indeks dolar AS terpantau bergerak naik. Di antara mata uang Asia, Won Korea Selatan tercatat terpukul paling dalam yaitu mencapai 0,82%, diikuti peso Filipina 0,32%, yen Jepang 0,24%, dan rupe India 0,23%. Imbal hasil (yield) US Treasury tenor 10 tahun terpantau berada di level 2,96% atau yang tertinggi sepanjang pekan ini.
Sementara itu, bursa saham Asia bergerak mixed. Indeks Nikkei dan Topix di Jepang naik masing 0,38% dan 0,42%. Mayoritas indeks negara berkembang di Asia Pasifik juga positif, tercermin dari MSCI Asia Pacific yang naik 0,09%. Di sisi lain, indeks Hang Seng di Hong Kong anjlok 1,22%. Begitu juga indeks CSI 300 di Tiongkok turun 0,98%.
Adapun bursa saham Indonesia masih libur dalam rangka cuti panjang Lebaran. Kondisi ini diyakini bisa berdampak positif dalam mengurangi tekanan imbas kenaikan lanjutan bunga acuan The Fed. "Libur seperti shock breaker, jadi ada waktu penyesuaian,” kata Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah kepada Katadata.co.id, beberapa waktu lalu.
Kenaikan bunga acuan The Fed bakal mengerek lebih jauh yield US Treasury dan berisiko memicu arus keluar modal asing dan menekan nilai tukar mata uang dunia termasuk rupiah. Jika hal itu terjadi, Piter pun melihat potensi Bank Indonesia (BI) bakal kembali merespons kenaikan bunga acuan The Fed dengan menaikkan lagi bunga acuan BI 7 Days Repo Rate.
(Baca juga: Kurs Rupiah Tersandera Dana Asing, Bunga Acuan Bisa Jadi Obat Mujarab?)
Di sisi lain, Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adinegara meyakini tekanan ke pasar keuangan domestik setelah berakhirnya Libur Lebaran juga bakal minim. Sebab, sebelumnya, investor sudah mengantisipasi kenaikan bunga acuan The Fed.
Langkah antisipasi tersebut tercermin dari penjualan bersih (net sell) saham oleh investor asing yang mencapai Rp 2,45 triliun, jelang libur bursa. “Kalau sudah price in (antisipasi), artinya tidak ada surprise berlebihan paska libur selesai,” kata dia. Ia pun memproyeksikan nilai tukar rupiah bakal bergerak pada rentang Rp 13.920-14.020 per dolar AS sampai akhir Juni 2018.
(Baca juga: IHSG Anjlok 1,85% Jelang Libur Panjang, Asing Lepas Saham Rp 2,4 T)
Saat penutupan bursa Jumat (5/6) pekan lalu atau sebelum libur Lebaran, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat anjlok 1,85% dibandingkan hari sebelumnya ke level Rp 5.993. Penurunan tersebut dipicu aksi jual saham oleh investor asing. Sementara itu, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup melemah 0,41% ke level 13.932 per dolar AS.
Secara lebih luas, Ekonom yang kini menjabat Project Consultant Asian Development Bank (ADB) Eric Sugandi menilai antisipasi kenaikan bunga acuan The Fed juga sudah dilakukan oleh pelaku pasar finansial global. “Sehingga dampaknya terhadap penguatan dolar atau pelemahan mata uang lainnya tidak besar,” ujarnya.