Inflasi Stabil, Pengusaha Optimistis Iklim Usaha Meningkat
Pelaku usaha optimistis capaian inflasi pemerintah saat Lebaran 2018 mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan iklim usaha. Pengusaha meminta supaya pemerintah bisa terus menjaga inflasi sesuai target 3,5% (±1%).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan ada dua alasan yang mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Pertama, dengan inflasi yang rendah maka harga barang bisa stabil dan daya beli masyarakat pun terjaga. Kedua, inflasi yang rendah bisa memberikan ruang untuk dunia usaha untuk meningkatkan produksi berbagai sektor karena ada pemintaan konsumsi konsumsi dan daya beli masyarakat.
Dengan capaian tersebut, dia pun optimistis iklim usaha bisa semakin membaik. “Tentunya capaian yang positif oleh pemerintah,” kata Hariyadi kepada Katadata, Senin (2/7).
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan juga menyebut rendahnya inflasi pada Juni 2018 didorong oleh terkendalinya indeks harga beberapa komoditas dalam kelompok pengeluaran yang menjadi komponen penyusunan inflasi. Komoditas pendorong utama inflasi selama Juni 2018 antara lain tarif angkutan udara, ikan segar, tarif angkutan antarkota, dan daging ayam ras.
(Baca : Pemerintah Diminta Waspadai Lonjakan Harga Beras di Semester II)
Kasan mengungkapkan setidaknya ada empat langkah yang telah dilakukan Kemendag dalam menjaga stabilitas harga bahan pokok yang akhirnya turut berimbas terhadap tingkat inflasi selama Juni 2018, khususnya di kelompok bahan makanan.
Pertama, penguatan regulasi melalui penerbitan Permendag yang mengatur tentang stabilisasi harga barang pokok seperti penetapan harga acuan dan Harga Eceran Tertinggi (HET). Kedua, pendaftaran perusahaan distribusi barang kebutuhan pokok. “Kami melakukan koordinasi dengan instansi terkait (BUMN pangan, Pemerintah Daerah, dan Satgas Pangan, serta pelaku usaha,” ujar Kasan.
Ketiga, pemantauan perkembangan harga dan pasokan di pasar rakyat serta retail modern. Terakhir, upaya khusus penetrasi harga komoditas di masyarakat melalui operasi pasar.
Sedangkan pada semester kedua, angka inflasi menurutnya akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti dampak kenaikan harga BBM nonsubsidi sebagai imbas kenaikan harga minyak dunia, kenaikan harga rokok kretek, serta nilai kurs rupiah yang cenderung mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat. “Dampaknya pada risiko inflasi dari sisi inflasi administered dan inflasi inti,” katanya.
(Baca juga : Terendah Sejak 2012, Inflasi Lebaran pada Juni 2018 Sebesar 0,59%)
Karenanya, Kementerian Perdagangan akan memperkuat pengendalian harga barang kebutuhan pokok, baik melalui koordinasi dengan instansi terkait, termasuk Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dan pelaku usaha barang pokok. Selain itu, Kemendag akan melakukan penguatan regulasi yang sudah diterbitkan dan terus memonitoring setiap pergerakan pasokan dan harga barang kebutuhan pokok di pasar.
Sementara itu, Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian Agung Hendriadi menyebutkan ada 4 faktor pembentuk harga di masyarakat. Keempat faktor itu akan terus diantisipasi oleh pemerintah, agar tak memicu kenaikan harga di pasar.
Faktor pertama yaitu terkait produksi. Pihaknya mengklaim pada periode tertentu dimana konsumsi masyarakat meningkat, seperti hari raya, pihaknya telah menyiapkan pasokan dan produksi tiga bulan sebelumnya.
Kedua, distribusi bahan pokok yang dikawal oleh pemerintah agar bisa ketika ada lonjakan permintaan masyarakat pada periode tertentu, bahan pokok sudah tersedia tepat waktu. Alhasil, tidak ada keterlambatan pasokan yang menyebabkan harga melambung.
Ketiga adalah perilaku pedagang yang berpotensi meningkatkan harga pada momen tertentu, seperti hari raya. Pemerintah dinilai perlu melakukan intervensi harga supaya lonjakan tidak terlampau tinggi. "Contohnya daging ayam. Kami meminta produsen gelontorkan sehingga tidak ada masalah,” kata Agung.
(Baca juga: BI: Kenaikan Tarif Transportasi Kerek Inflasi Pekan Pertama Juni 0,22%)
Terakhir, perilaku konsumen. Dia menyatakan sikap masyarakat semakin dewasa karena tidak melakukan pembelian besar-besaran sehingga permintaan tetap stabil.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa pun menjelaskan faktor masa liburan yang panjang periode Juni 2018 membuat pola harga lebih terdistribusi. Alhasil, konsumsinya terjaga dan kebutuhan tidak melonjak pesat. “Salah satu pendorong inflasi adalah pembelian yang panik,” ujar Dwi.
Dia juga mengapresiasi langkah pemerintah dalam pengendalian harga pangan karena tren kenaikan harga bahan makanan tidak terlalu tinggi. Pasalnya, selama 3 tahun terakhir, Dwi melihat inflasi pada Lebaran 2018 merupakan yang paling rendah.