Beberapa Bolong yang Menghambat Izin Usaha Online OSS
Sistem layanan perizinan usaha terintegrasi secara elektronik atau Online Single Submission (OSS) sudah berjalan dua pekan. OSS Lounge, tempat untuk membantu pembuatan izin secara online, ramai dikunjungi investor. Namun ada beberapa masalah yang cukup menghambat proses pengurusan izin tersebut.
Penelusuran Katadata.co.id di lapangan memperlihatkan sebagian investor menemui masalah akan minimnya informasi cara pengoperasian OSS. Salah satu pegawai perusahaan mesin mengatakan tidak dapat melanjutkan pendaftaran izin usaha pertambangan panas bumi karena kekurangan data.
(Baca: Layanan OSS Diluncurkan, Urus Izin Usaha Bisa Kurang dari Satu Jam).
Namun, ia tidak mendapatkan informasi mengenai data yang harus ia lengkapi. “Ada data kurang sedikit sehingga tidak bisa lanjut. Ya, saya maklum belum lama diluncurkan,” katanya seraya belum mau menyebutkan nama perusahaan sedang diurus di Kantor Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta.
Untuk mencari jalan keluara masalah ini, ia pun memutuskan untuk berkonsultasi di OSS Lounge tadi. Masalah muncul kembali, dia harus mengantre sekitar enam jam untuk mengetahui duduk soal yang menghambat izin yang sedang diajukan.
Padahal, proses konsultasi hanya sekitar lima menit. Di sini, pendaftar dapat langsung memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB). NIB dapat menggantikan Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Angka Pengenal Importir dan Nomor Induk Kepabeanan (NIK) untuk impor peralatan kerja.
Dengan mendapatkan NIB, investor dianggap berkomitmen untuk memenuhi segala syarat, misalnya analis dampak lingkungan. Persyaratan tersebut harus dipenuhi dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Di luar itu, ia mengatakan ada petunjuk pelaksanaan izin kelola kawasan hutan yang belum selesai disusun. Padahal, izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (PPHK-HA) yang ia urus hampir selesai dalam tiga bulan ke depan. “Waduh, bagimana ini?” uajarnya.
Walau demikian, dia mengapresiasi terbentuknya OSS yang dinilai lebih baik dibandingkan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Saat ini, semua data telah terintegrasi satu sama lain. “Tidak ada yang disembunyikan, terbuka semua,” katanya. (Baca juga: Asosiasi Pengusaha Bakal Evaluasi Sistem Online Perizinan Usaha).
Sementara itu, seorang pengusaha lain yang bergerak di industri pengolahan mengajukan izin usaha Angka Pengenal Impor (API). Menurutnya, sistem OSS justru lebih rumit terkait cara penyelesaian masalah yang ia hadapi. “Masih ada kendala, belum saya pahami,” ujarnya.
Ia telah mengantre di OSS Lounge selama dua setengah jam. Karena dirasa masih lama, akhirnya dia memilih untuk membatalkan konsultasi. Walau demikian, seperti pelaku usaha sebelumnya, dia membenarkan bila OSS akan sangta membantu dan lebih mudah karena dilakukan dalam satu jaringan terintegrasi secara online. Masalahnya, ia kesulitan menjalankan sistem karena baru tersebut.
Adapun Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan penggunaan sistem OSS masih sulit karena baru berjalan dua pekan. Salah satu kendala yaitu kurangnya pemahaman OSS oleh pengusaha. “Sehingga belum bisa melakukan sendiri. Harus ke Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,” kata Shinta.
Dalam pengamatannya, sistem belum penuh berjalan. Sebab, banyak kementerian yang belum terintegrasi seperti antara Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Perdagangan.
Perihal petunjuk pelaksana yang belum rampung, saat peluncuran OSS, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memang tidak terlibat. Hal ini membuat investor tidak bisa mengurus izin usaha pada sektor pertambangan. “Jangankan pertambangan, nonpertambangan aja tidak bisa. Sektor keuangan belum bisa,” ujarnya.
Karena itu, pemerintah perlu gencar mensosialisasikannya agar sistem mudah dimanfaatkan oleh para pengusaha. Apindo dan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) pun bersedia membantu sosialisasi dan pelatihan sistem OSS. (Lihat pula: Berlaku 'Online Single Submission', BKPM Rehat Proses Izin Usaha).
Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi mengatakan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik memang hanya memuat 20 sektor. Khusus sektor ESDM, baru ketenaga listrikan yang masuk dalam OSS, sementara panas bumi belum tercakup.
Di luar Peraturan Pemerintah Nomor 24 itu, perizinan pendukung dilakukan di luar OSS dengan metode biasa. “IPPKH di luar OSS seperti business process biasa,” kata Elen di kantornya, Jakarta, Jumat (20/7).
Saat ini, pemerintah sedang menyelesaikan petunjuk pelaksanaan 20 sektor di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sektor tersebut meliputi Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Ketenagakerjaan.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat banyak pengusaha telah registrasi pada sistem OSS. Secara rinci, rata-rata registrasi per hari mencapai 779 orang. Adapun puncak jumlah pendaftar terjadi pada 12 Juli, sebanyak 1.150 pendaftar.
Adapun aktivasinya mencapai 463 akun. Beberapa pengusaha memilih mempunyai username terlebih dahulu tanpa mendaftar izin. Sementara, rata-rata izin NIB yang dikeluarkan pada pekan pertama mencapai 114 NIB per hari. Pada minggu kedua, rata-rata pengeluaran izin NIB mencapai 248 NIB.
(Baca juga: Jokowi Tetap Luncurkan Sistem Izin Online meski Menuai Kontroversi)
Pada Senin dua pelkan lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meluncurkan Sistem Online Single Submission (OSS) ini. Lewat sistem tersebut, investor dapat mengurus izin usaha secara online dari mana pun dan kapan pun. Sebenarnya, peluncuran tersebut sudah tertunda beberapa kali.
Layanan OSS tersedia secara cloud di http://oss.go.id dan disebut-sebut akan tersedia juga dalam bentuk aplikasi di ponsel pintar (smartphone) berbasis android/iOS. Pengurusan izin usaha secara online ini bisa dimanfaatkan investor baik yang berstatus perseroan terbatas (PT), firma, persekutuan komanditer (commanditaire vennootschap/CV) koperasi, maupun perseorangan untuk perizinan usaha kecil dan menengah (UKM).
Maju-mundur peluncuran OSS ini sempat membuat “keributan” di tubuh kabinet. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang semua didapuk untuk menyelenggarakan OSS tak kunjung siap. Karena itu, program ini diambil alih oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Karena berlarut-larutnya rencana tersebut, Presiden Joko Widodo sampai menegaskan bahwa target sistem perizinan online harus segera diluncurkan. Walaupun, ketika itu, penerapan perizinan masih terkendala beberapa regulasi. (Baca: Menko Darmin Ajukan Rp 68 Miliar Buat Sistem Online Izin Terintegrasi)
Ada beberapa hambatan. Misalnya, BKPM tiba-tiba mengaku belum siap menjalankan OSS tanpa transisi terlebih dahulu. Kritik juga datang dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait Peraturan Pemerintah yang menjadi landasan dianggap bertentangan dengan fungsi BKPM sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.