Menko Darmin: Jangan Samakan Keoknya Rupiah Saat Ini dengan 1998
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meminta masyarakat tidak menyamakan anjloknya nilai tukar rupiah saat ini dengan yang terjadi 20 tahun lalu. Karena pelemahan rupiah pada dua periode ini berangkat dari titik level yang berbeda.
Pelemahan rupiah pada 1998 melesat dari level Rp 2.800 per dolar Amerika Serikat (AS) ke posisi Rp 14 ribuan. Sementara pada saat ini berangkat dari posisi yang sudah sudah cukup tinggi, dari Rp 14 ribu naik hingga mencapai Rp 14.800. Dengan begitu, tidak bisa disamakan kondisi pelemahan rupiah pada 1998 dengan 2018.
Menurut Darmin, pelemahan rupiah yang terjadi saat ini lebih besar dipengaruhi faktor eksternal. "Fundamental ekonomi kita (sekarang) masih oke," ujarnya saat ditemui usai rapat bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/9). (Baca: Perang Dagang hingga Krisis Argentina Menekan Rupiah Mendekati 14.900)
Satu-satunya masalah dalam negeri, kata dia, adalah defisit transaksi berjalan yang masih menganga hingga mencapai 3% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Namun, Darmin beranggapan angka tersebut masih kecil ketimbang negara semodel Turki hingga Argentina. Defisit ini pun masih lebih kecil dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 4,2%.
Pemerintah pun berupaya menekan defisit ini dengan rencana mengeluarkan kebijakan baru. Darmin menjelaskan kebijakan tersebut akan meliputi langkah memacu ekspor hingga memberdayakan devisa melalui sektor seperti pariwisata. Dengan kebijakan tersebut, pemerintah angka defisit transaksi berjalan bisa turun hingga 2,7%. "Tapi kami harap bisa turun lagi," ujar mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut.
(Baca: Jokowi Siapkan Langkah Jangka Pendek Hadapi Tekanan Rupiah)
Sedangkan Menteri Keuangan Sri Mulyani kemarin mengatakan pemerintah, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menyiapkan sejumlah langkah jangka pendek untuk mengatasi masalah nilai tukar rupiah yang terus tertekan. Untuk saat ini, pemerintah akan mengambil kebijakan yang bisa memperkuat devisa.
"Karena ini yang memang bisa dikontrol," kata Sri Mulyani.
(Baca: Menanti Reaksi Obat Penguat Rupiah Racikan Pemerintah)