Pemerintah Berlakukan Sanksi Penyaluran B20 Mulai Pekan Depan
Pemerintah menyatakan siap mengenakan sanksi mulai pekan depan atau terhitung per awal Oktober 2018 kepada badan usaha yang tidak menjalankan komitmennya terhadap kebijakan pencampuran minyak sawit ke Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar atau B20. Implementasi mandatori B20 hingga saat ini masih menjadi fokus pemerintah dan terus dievaluasi dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan pemerintah terus mengevaluasi siapa saja yang akan dikenakan sanksi sebesar Rp 6 ribu per liter. "Kita akan sampaikan detail terhadap siapa yang salah dan kena denda bulan ini," kata Darmin di Jakarta, Kamis (27/9).
Program B20 mulai diluncurkan sejak 1 September untuk perluasan dari sektor Public Service Obligation (PSO) dan non-PSO. Mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 tahun 2018 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel dalam kerangka pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit, pemerintah siap menetapkan sanksi berupa denda Rp 6000 per liter sesuai kewajiban dan pencabutan izin usaha pada badan usaha yang tidak menjalankan kewajiban.
(Baca : Pemerintah Tetapkan Sanksi Penyaluran B20 Mulai Pekan Ini)
Darmin menjelaskan, pada bulan ini masih ada industri pengguna bahan bakar B20 yang masih menggunakan B0 atau solar murni. Alasannya, penyalur bahan bakar B20 terpaksa mengirimkan B0 karena suplai Fatty Acid Methyl Esters (FAME) atau bahan baku nabati dari produsen biodiesel mengalami kendala.
"Ada usulan supaya programnya berjalan sesuai dengan jarak, jangan dari barat dikirim ke timur Indonesia," ujar Darmin.
Dia menjelaskan, persiapan mandatori B20 telah mengkalkulasi kepastian dari semua pihak yang terlibat dalam program, dari badan usaha sampai industri penggunanya.Namun, ternyata pada praktiknya sedikit meleset dari perkiraan.
(Baca: Kementerian ESDM Keluarkan Aturan Kewajiban B20 dan Sanksinya)
Sebelumnya, Direktur Logistik, Supply Chain, dan Infrastruktur Pertamina Gandhi Sriwidodo menyatakan Pertamina akan bekerja sama dengan penyedia FAME untuk menyukseskan program pemerintah. Salah satu solusinya yakni dengan menyesuaikan pasokan FAME di satu titik lokasi utama agar lebih efisien dan menghemat biaya pengangkutan.
Meski begitu, dia menjelaskan badan usaha bahan bakar nabati harus melakukan pengiriman ke TBBM milik Pertamina. "TBBM kami siap untuk melakukan pencampuran dan penyaluran B20," kata Gandhi.
Dia pun menyebut, berdasarkan evaluasi selama empat pekan program B20 berjalan masih memiliki sejumlah hambatan. Namun, menurutnya sudah ada beberapa kemajuan dan Pertamina berupaya melakukan perbaikan.
Dari data yang dipaparkan Pertamina di Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), selama 1 September sampai 25 September 2018, penyaluran B20 belum maksimal seiring terlambatnya suplai FAME.
Beberapa daerah yang belum menerima pasokan minyak sawit rata-rata di Indonesia Timur. Di antaranya, Terminal BBM Tanjung Uban, Bau-Bau, Wayame, Manggis, Tanjung Wangi, Kupang, Makassar, Bitung, STS Balikpapan, dan STS Kotabaru terlambat.
Selama periode tersebut, hanya 224.607 kiloliter (KL) FAME yang terealisasi. Ini baru 62% dari pasokan FAME yang dipesan Pertamina dari badan usaha sebesar 431.681 KL untuk periode September.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Master Parulian Tumanggor menyatakan semua pihak sudah melakukan persiapan penyaluran untuk bulan Oktober. Sedangkan untuk perhitungan kasus per kasus masih dibahas dalam rapat.
"Hampir tidak ada masalah," ujar Tumanggor.