Pemerintah Andalkan Bansos dan Dana Desa untuk Mengurangi Kemiskinan
Pemerintah menargetkan penurunan angka kemiskinan semakin berlanjut dari 9,66% pada tahun lalu menjadi 8,5-9,5% dari total penduduk pada tahun ini. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan pemerintah telah merancang strategi untuk mencapai target tersebut.
Deputi Bidang Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan Bappenas Taufik Hanafi mengatakan strateginya adalah penguatan program bantuan sosial (bansos). "Termasuk akses ke ekonomi, akses koperasi ke keuangan, itu termasuk penguatan pedesaan," kata dia di Jakarta, Rabu (23/1).
Tahun ini, pemerintah menargetkan jumlah penerima bansos Program Keluarga Harapan (PKH) ditetapkan sebanyak 10 juta keluarga. Kemudian, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) ditargetkan untuk 15,6 juta penerima manfaat.
(Baca: Darmin Sebut Orang Miskin Berkurang Berkat Infrastruktur dan Bansos)
Sementara itu, Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk 20,1 juta anak usia sekolah atau meningkat 400 ribu anak dibandingkan tahun lalu. Lalu, Kartu Indonesia Sehat (KIS) untuk 96,8 juta jiwa atau 40% penduduk berpendapatan terendah.
Guna memastikan kelompok rentan tidak kembali miskin, Taufik menambahkan, ada juga beberapa langkah seperti pemberian dana desa. Alokasi untuk transfer ke daerah dan dana desa diproyeksikan sebesar 4,9-5,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini.
Penyaluran dana desa tersebut juga akan diiringi dengan penguatan pendamping. Hal ini agar perencanaan dan penyerapan dapat terlaksana dengan baik. "Dengan demikian, kualitas pemanfaatan dana desa juga bisa dimaksimalkan," ujarnya.
(Baca: 85 Juta Penduduk Kelas Menengah di 2020, Peluang Bagi Industri Kreatif)
Selain itu, seperti disinggung di awal, akses ke pendanaan juga diperkuat. Pemerintah menggandeng 41 penyalur dan 11 perusahaan penjamin untuk penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kemudian, optimalisasi pembiayaan Ultra Mikro (UMi) dengan maksimal Rp 10 juta per nasabah. Ada juga program lainnya dari Permodalan Nasional Madani (PNM).
Adapun Ekonom Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai pemerintah harus menjaga kelompok menengah yang rentan miskin agar tidak kembali miskin. Hal ini dapat dilakukan dengan penyediaan lapangan kerja serta perbaikan signifikan Nilai Tukar Petani (NTP) yang menunjukkan tingkat kesejahteraan petani.
"Jadi tidak hanya perbaikan minimal. Perbaikan NTP secara signifikan belum terjadi," ujarnya. Ia pun menyinggung soal belum adanya batasan upah minimum buruh tani dan pabrik bangunan. Hal ini berbeda dengan buruh pabrik manufaktur yang sudah memiliki upah minimum.
(Baca: Kredit Usaha Rakyat Rp 120 T di 2018, Porsi Sektor Produksi Baru 47%)
Kebijakan PKH, KIP, dan KIS juga dapat mengurangi beban kelompok miskin. "Itu bisa terus dilanjutkan agar kelompok bawah bisa fokus memperbaiki nasib," ujarnya.