Dipengaruhi Potensi Eskalasi Perang Dagang, IHSG Turun 0,42%
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi semakin dalam pada akhir perdagangan sesi I di Bursa Efek Indonesia (BEI). IHSG mengawali perdagangan dengan koreksi 0,33% ke level 6.515,19, siang ini IHSG sudah terkoreksi 0,42% ke level 6.509,20.
Kinerja negatif IHSG siang ini didorong oleh tujuh indeks sektoral yang mengalami koreksi, dipimpin sektor tambang dan industri dasar dengan koreksi masing-masing 1,07% dan 1,75%, aneka industri turun 0,76%, manufaktur turun 0,57%, pertanian turun 0,49%, keuangan turun 0,43%, perdagangan turun 0,18%.
Sementara tiga sektor lainnya yang masih bergerak positif hanya mengalami kenaikan yang tipis. Properti naik 0,01%, barang konsumsi naik 0,05%, dan infrastruktur naik 0,07%.
Transaksi saham di BEI hingga siang ini tercatat Rp 4,36 triliun dengan volume saham yang diperdagangkan mencapai 7,62 miliar saham. Saham tersebut ditransaksikan sebanyak 244.905 kali oleh investor asing. Sebanyak 209 saham terkoreksi, 171 mengalami kenaikan, dan 125 saham stagnan.
(Baca: Sentimen Negatif Eskternal Dominan, IHSG Dibuka Tertekan 0,33%)
Investor asing yang lebih banyak melepas saham-sahamnya di Indonesia juga turut memberi tekanan terhadap IHSG. Siang ini investor asing membukukan penjualan bersih saham sebesar Rp 73,30 miliar, dengan rincian Rp 25,81 miliar dari pasar reguler, dan sisanya di pasar tunai dan negosiasi.
Empat saham yang paling banyak dilepas oleh investor asing siang ini yaitu saham PT United Tractors Indonesia Tbk (UNTR) yang mencapai Rp 26,1 miliar, PT Adaro Energy Tbk senilai Rp 17,6 miliar, PT Astra International Tbk (ASII) sebesar Rp 14,7 miliar, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Rp 10,6 miliar.
Tekanan terhadap IHSG hari ini banyak berasal dari sentimen eksternal. Eskalasi perang dagang semakin nyata di depan mata pelaku pasar setelah Presiden Amerika Donald Trump kemarin membantah kabar yang menyatakan dirinya akan bertemu Presiden Tiongkok Xi Jinping untuk membahas kemungkinan tercapainya kesepakatan dagang antara kedua negara.
Kabar tersebut langsung membuat kinerja bursa saham AS pada perdagangan Kamis (7/2) kemarin memerah. Dow Jones turun 0,87%, S&P500 turun 0,94%, sedangkan Nasdaq turun 1,18%.
(Baca: Meski Investor Kian Optimistis, Bursa Saham Februari Diprediksi Bearis)
Kesepakatan tersebut sangat dibutuhkan oleh dunia yang juga turut merasakan dampak dari perang tarif antara dua negara perekonomian terbesar di dunia tersebut. Jika kesepakatan tidak tercapai, AS telah menegaskan akan mengenakan tarif sebesar 25%, dari sebelumnya 10%, terhadap impor asal Tiongkok ke pasar AS senilai US$ 200 miliar.
Di saat yang sama, investor juga kembali dibuat khawatir dengan kondisi perekonomian global setelah Komisi Uni Eropa kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi zona Euro tahun ini menjadi hanya 1,3%, jauh di bawah capaian 2018 yang diperkirakan tumbuh 1,8%.
Namun, dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) baru saja mengumumkan bahwa neraca pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV 2018 mencatatkan surplus sebesar US$ 5 miliar. Kendati demikian defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) diperkirakan akan berada di kisaran 3% dari produk domestik bruto.
Rilis NPI dari BI ini diharapkan dapat memberi sedikit tenaga terhadap IHSG pada perdagangan sesi II, dan juga terhadap nilai tukar rupiah yang siang ini berada pada level Rp 13.973 per dolar AS.
(Baca: Rupiah Stabil Jelang Pengumuman Neraca Pembayaran Kuartal IV 2018)