Fintech BUMN LinkAja Ajukan Dua Permohonan Izin ke Bank Indonesia
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Onny Widjanarko mengatakan, setidaknya ada dua permohonan izin yang diajukan untuk platform pembayaran digital milik BUMN bertajuk LinkAja. Dia membenarkan, izin diajukan sejak Oktober tahun lalu.
"(Pengajuan izin) sistem pembayaran uang elektronik, terus agen LKD (layanan keuangan digital)," kata Onny ketika ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (13/2).
Dia mengatakan, pihaknya tengah meneliti lebih lanjut izin yang diajukan tersebut terkait pemenuhan persyaratan. Dia mengatakan, ada tiga tahap dalam memproses perizinan, yaitu pemeriksaan kelengkapan dokumen, penelitian dokumen, dan penelitian on site.
"On site itu berarti tes infrastrukturnya sudah siap belum untuk melayani, aman tidak. Kalau itu sudah, biasanya jalan," kata Onny. Meski begitu, dia tidak bisa memperkirakan kapan BI mengeluarkan izin LinkAja. Walau pemohon izin merupakan gabungan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Onny memastikan BI tidak akan memberikan keistimewaan. Jika permohonan izin yang diajukan tidak memenuhi syarat, maka BI tidak akan mengeluarkan izin tersebut.
(Baca: OVO, Go-Pay, dan DANA Tak Gentar Hadapi Fintech BUMN LinkAja)
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Survei dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo menjelaskan, teknologi finansial (tekfin) atau financial technology (fintech) LinkAja akan dikelola di bawah PT Fintek Karya Nusantara (Finraya). Perusahaan ini merupakan cucu usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) dan telah mengelola produk dompet digital milik Telkomsel yaitu T-Cash.
Ada pun, kepemilikan platform LinkAja akan dipegang oleh beberapa perusahaan pelat merah. Mayoritas kepemilikan akan dipegang oleh Telkomsel dengan porsi 25%. Lalu, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) masing-masing memegang 20% kepemilikan. Selain itu, Bank Tabungan Negara (BTN) dan Pertamina masing-masing memegang 7%, dan Jiwasraya menguasai 1%.
Nantinya platform LinkAja akan menggabungkan fitur pembayaran berbasis kode quick response (QR) milik bank BUMN. Sejauh ini, baru BRI dan BNI yang sudah memiliki sistem pembayaran tersebut dengan produk mereka yaitu My QR dan Yap!.
Gatot percaya, dengan digabungkannya sistem pembayaran berbasis QR Code milik BUMN, dapat membuat pengelolaan menjadi lebih efisien. "Jadi promosi bareng-bareng, tidak duplikasi. Lebih efisien dari infrastruktur," kata Gatot di Gedung Kementerian BUMN, Selasa (12/2).
LinkAja nantinya akan bersaing dengan fintech pembayaran yang sudah ada seperti OVO, Go-Pay, dan DANA. Namun, mereka tak gentar bersaing dengan LinkAja yang didukung oleh bank-bank pelat merah, sebab menurut mereka pasar di Indonesia masih sangat besar.
(Baca: Satgas Waspada Investasi OJK Blokir 635 Fintech Ilegal)
Direktur OVO Harianto Gunawan mengatakan, pengguna layanan keuangan digital kurang dari 10% total penduduk di Indonesia. Maka, menurutnya pesaing utama OVO adalah uang tunai. OVO pun membuka diri untuk bekerja sama dengan fintech pembayaran lainnya dalam mengedukasi masyarakat terkait keuangan non tunai.
"Kami mendukung open ekosistem. Kami selalu melihat dan ingin berkolaborasi dengan siapapun," kata dia di Graha Mitra, Jakarta, Rabu (13/2).
Tak jauh berbeda, CEO DANA Vincent Henry Iswaratioso mengatakan, kehadiran LinkAja akan membantu pemain lain di industri ini dalam mengedukasi pasar. "Market masih baru, jadi kami berkolaborasi untuk persaingan dengan uang tunai," kata dia kepada Katadata.co.id
Managing Director Go-Pay Budi Gandasoebrata mengatakan, perusahaannya menyambut baik pemain pembayaran digital baru di Indonesia, termasuk LinkAja. "Karena transaksi non-tunai masih merupakan hal asing untuk kebanyakan masyarakat Indonesia," ujarnya, beberapa waktu lalu.
(Baca: Go-Pay Sambut Kemunculan LinkAja, Uang Elektronik BUMN)