Peluang Indonesia Genjot Ekspor Batu Bara ke Tiongkok
Pemerintah Tiongkok memutuskan menghentikan impor batu bara asal Australia. Dengan adanya kebijakan ini, seharusnya Indonesia berpeluang memperbesar pasar ekspor komoditas ini di Negeri Panda tersebut.
Pelaku usaha tambang batu bara meyakini peluang tersebut ada. Namun, kebijakan Tiongkok tersebut tidak akan signifikan berpengaruh pada peningkatan ekspor Indonesia ke Tiongkok. Karena spesifikasi batu bara yang diimpor Tiongkok dari Indonesia dan Australia berbeda.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menjelaskan jenis batu bara Asutralia yang diimpor oleh Tiongkok merupakan kalori tinggi. Sedangkan, batu bara Indonesia yang dieskpor ke Tiongkok rata-rata kalori rendah. "Jadi, tidak berpengaruh signifikan. Karena umumnya ekspor batu bara rendah," kata dia, kepada Katadata.co.id, Jumat (22/2).
Meski begitu, kebijakan Tiongkok ini tetap memberikan peluang bagi Indonesia untuk memasok batu bara berkalori tinggi. "Bisa jadi bertambah, karena peluang tidak masuknya batubara Australia bisa disuplai dari Indonesia," kata Sekretaris Perusahaan Bukit Asam Suherman.
(Baca: Pasokan Batu Bara untuk Domestik 2019 Dinilai Terlalu Tinggi)
Mengutip Bloomberg, pada 21 Februari 2019 pelabuhan besar di Dalian, Cina Utara melarang impor batu bara dari Asutralia. Ini merupakan rencana pembatasan impor ke wilayah pabean tahun ini. Selama ini, Dalian menyumbang sekitar 2% impor batu bara dari Australia.
Adapun, Tiongkok menjadi pasar ekspor batu bara terbesar bagi Asutralia pada 2018 dengan jumlah 89 juta ton. Sedangkan, ekspor ke Jepang sebesar 117 juta ton. Selain itu, Korea Selatan 48 juta ton, Taiwan 50 juta ton, India 50 juta ton, dan 32 juta ton ke negara lainnya.
Sebelumnya, Tiongkok juga telah membatasi impor batu bara dari negara lain, seperti Indonesia. Ini menjadi salah satu faktor Harga Batu Bara Acuan (HBA) mengalami penurunan. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan HBA Februari 2019 hanya US$ 91,80 per ton. Sedangkan, pada Januari 2019 bisa mencapai US$ 92,41 per ton.
(Baca: Siasati Aturan, Pengusaha Batu bara Gunakan Asuransi Ganda)
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan penurunan permintaan masih menjadi penyebab utama turunnya HBA. Penurunan permintaan terjadi untuk Tiongkok dan India.
Kedua negara tersebut, menurut Agung, masih mengkonsumsi batu bara hasil produksi dalam negerinya. "Tiongkok masih memanfaatkan produksi dalam negeri, India masih memiliki cadangan," kata dia.