Akomodir Pemilih Tambahan, KPU Tunggu Lampu Hijau Pemerintah dan DPR
Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengakomodasi permintaan calon pemilih yang pindah tempat pemungutan suara (TPS) dengan menerbitkan Peraturan KPU mengenai Daftar Pemilih Tambahan (DPTb). Namun, peraturan ini baru sah jika mendapatkan persetujuan dari pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, pihaknya tengah mengumpulkan masukan dari para ahli mengenai hal ini. "Kalau pemerintah dan DPR setuju, asal tidak bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu, bisa saja," kata Arief di Jakarta, Selasa (26/2).
Pengkajian dilakukan agar penyempurnaan PKPU ini tidak menjadi polemik yang dapat mengganggu Pemilu 2019. Arief juga menjelaskan, wacana diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 untuk mengakomodasi DPTb cukup merepotkan.
Oleh karena itu, KPU berpendapat hal itu cukup dilakukan dengan Peraturan KPU saja. "Bagaimana menyempurnakan (aturannya) kami bicarakan dengan para ahli," kata Arief.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, Perppu untuk menjamin hak pilih DPTb tidak perlu dikeluarkan. Pasalnya, Perppu baru relevan apabila ada situasi yang dirasakan genting oleh pemerintah.
"Menurut saya dengan Peraturan KPU saja karena bukan hal genting memaksa," kata Tjahjo dikutip dari Antara. Berdasarkan data KPU, jumlah pemilih yang pindah TPS mencapai 275.923 orang. Di sisi lain, KPU menghadapi kendala karena cadangan kertas suara di TPS hanya sebesar 2% per DPT.
(Baca: DKPP Paling Banyak Terima Perkara soal Profesionalisme KPU dan Bawaslu)
Tiga Opsi Baru
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai ada beberapa opsi yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan DPTb. Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, opsi pertama yang bisa ditempuh adalah pengajuan uji materi oleh KPU ke Mahkamah Konsitusi untuk aturan pencetakan surat suara bagi DPTb. Opsi kedua, revisi terbatas terhadap UU Pemilu dengan persetujuan pemerintah dan DPR. Adapun opsi ketiga adalah dikeluarkannya Perppu oleh pemerintah.
Menurut Titi, untuk opsi Perppu tidak bisa hanya mengatur surat suara cadangan bagi pemilih tambahan. Perppu perlu mengakomodasi pemilih memenuhi syarat yang belum memiliki fisik KTP elektronik, serta perpanjangan masa pindah pemilih tambahan hingga H-3 pencoblosan.
Titi meyakini ketiga opsi itu dapat menyelesaikan persoalan DPTb dengan sama cepatnya dan bisa diambil dalam situasi saat ini. Upaya KPU membuat aturan baru melalui Peraturan KPU justru akan menimbulkan kerumitan. "Semua tinggal ada atau tidaknya itikad baik dari semua pihak," ujar Titi.
(Baca: Tangkal Hoaks dan Disinformasi, Bawaslu Gandeng Perludem dan Mafindo)