Genjot Ekspor, Jaringan Universitas Rekomendasikan 10 Komoditas Unggul

Rizky Alika
28 Februari 2019, 12:22
mebel kayu jati
ANTARA FOTO/Aji Styawan
Pekerja menyelesaikan pembuatan kerajinan dari limbah mebel kayu jati di sebuah industri rumahan di Desa Klampok, Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (24/11/2017).

Pemerintah tengah mencari cara untuk mendongkrak kinerja ekspor. Jaringan universitas yang fokus pada isu pengembangan ekspor -- University Network for Indonesia Export Development (UNIED) – pun merekomendasikan 10 komoditas ekspor unggulan untuk dikembangkan pemerintah.  

Peneliti UNIED Muhammad Firdaus menyebutkan 10 komoditas ekspor unggulan yang dimaksud yakni batu bara, minyak kelapa sawit mentah, karet, ikan olahan, tekstil, industri kertas, kopi, nikel, kakao, serta kayu dan furnitur. Komoditas ini disebut unggulan dengan beberapa kriteria.

"Kriterianya, komoditas ini dapat berkontribusi dalam perbaikan neraca dagang, kontribusi ke pertumbuhan ekonomi, dan inkusif growth untuk penyerapan tenaga kerja," kata dia dalam acara peresmian National Export Dashboard (NED) dan Sarasehan Komoditas Ekspor Unggulan di Eximbank, Jakarta, Rabu (27/2).

(Baca: Kementan Lepas Ekspor Manggis ke Tiongkok 3.010 Ton)

Menurut dia, dari 10 komoditas ekspor unggulan tersebut, ada dua komoditas yang sangat dinamis dalam meningkatkan ekspor, yaitu kakao serta kayu dan furnitur. Pertama, kakao. Daya saing produk kakao Indonesia sangat kompetitif, terutama produk lemak/minyak kakao.

Ini tercermin dari nilai Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA) produk lemak/minyak kakao Indonesia yang jauh di atas 0,5 bahkan mendekati 1. Pada 2017, nilai RSCA-nya tercatat sebesar 0,86 pada 2017. Ini lebih kompetitif dibandingkan lemak/minyak kakao Belanda, padahal Negeri Kincir Angin merupakan eksportir terbesar komoditas tersebut.

Selain itu, daya saing produk kakao lainnya dari Indonesia juga tergolong kompetitif. Nilai RSCA kulit kakao tercatat sebesar 0,78, pasta kakao 0,70, dan tepung kakao 0,73.

(Baca: Kementan Pangkas Anggaran Pengembangan Kakao dan Kelapa)

Yang perlu dicermati, produksi kakao Indonesia menurun. Padahal, tengah terjadi peningkatan konsumsi oleh industri pengolahan. Akibatnya, impor kakao mengalami peningkatan. Penurunan produksi kakao di antaranya disebabkan oleh lahan yang terus dikonversi menjadi komoditas lain.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...