Aplikasi Mertani Bantu Petani Pantau Tanaman Lewat Ponsel
Biasanya petani datang langsung ke sawah atau kebun untuk memantau perkembangan tanaman. Berkaca dari kebiasaan tersebut, PT Merapi Tani Instrumen (Mertani) membuat produk yang memudahkan petani dalam memeriksa tanaman.
Startup ini mengadopsi Internet of Things (IoT) di setiap produk yang dibuat. Co-Founder sekaligus CEO Mertani Yustafat Fawzi mengklaim, produknya ini membantu petani untuk mengambil keputusan dalam menyelesaikan persoalan tanamannya. “Perusahaan pertanian dan perkebunan bisa mengambil kebijakan yang tepat dan akurat menggunakan data,” ujarnya kepada Katadata, Senin (10/3) lalu.
Tak hanya itu, teknologi ini membantu petani memantau tanaman lewat ponsel. Alhasil, petani bisa memantau tanaman kapan pun. Dengan begitu, segala persoalan mengenai tanaman bisa diatasi sedini mungkin guna meminimalkan kerugian.
(Baca: Kominfo Rilis Aturan IoT dan Konsolidasi Operator pada Kuartal I-2019)
Selain itu, produk sensor Mertani dilengkapi dengan dashboard dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Teknologi AI ini membantu petani memprediksi persoalan yang mungkin terjadi atas tanamannya. Untuk itu, produk Mertani memberikan peringatan dini (early warning) dan anjuran kepada petani atas persoalan tanamannya.
Permasalahan tanaman yang biasanya ditemukan lewat produk Mertani seperti kekurangan kadar air, pH tanah, suhu, kelembaban tanaman, hingga proyeksi waktu tanam berdasarkan cuaca sepanjang tahun. Hal itu memungkinkan dilakukan, karena produk Mertani juga dilengkapi sensor dengan perangkat lunak (software).
(Baca: Kominfo Terbitkan Regulasi Internet of Things Awal 2019)
Adapun Mertani memiliki tiga produk. Pertama, Portable Agriculture Sensor (MTI 01) atau sensor untuk mengukur berbagai parameter pertumbuhan tanaman seperti kelembaban tanah, pH tanah, udara, suhu hingga intensitas cahaya.
Kedua, Semi Portable Microclimete Sensor (MTI 02) yakni sensor customize untuk mengukur parameter permasalahan terkait perkebunan seperti curah hujan, kelembaban dan suhu lingkungan, kelembaban tanah dan pH-nya, electrical conductivity (EC), suhu tanah hingga radiasi matahari.
Ketiga, Water Level ioT Sensor (MTI 03) merupakan alat untuk mengukur tinggi muka air tanah (tmat) dan tinggi muka air sungai (tmas) secara realtime. Teknologi ini biasanya digunakan khusus untuk memantau ketinggian air di tanah gambut dan budidaya kelapa sawit. Sebab, kedua wilayah ini membutuhkan pemantauan yang intensif.
Portable Agriculture Sensor (MTI 01) dan Water Level iOT Sensor (MTI03) dijual seharga Rp 4 juta. Selain itu, pengguna dikenakan biaya perawatan sebesar Rp 100 ribu per bulan selama tiga tahun. Sementara Semi Portable Microclimete Sensor (MTI 02) dijual seharga Rp 10 juta. Biaya bulanannya tergantung pada penggunaan data, dengan rentang harga Rp 500 sampai Rp 1 juta selama tiga tahun. “Ini layanan penuh, kalau ada kerusakaan kami akan ganti,” ujarnya.
(Baca: Startup Agribisnis, Dorong Produktifitas dan Kesejahteraan Petani)
Adapun Mertani dibangun pada 2017 di DI Yogyakarta. Awalnya, Mertani hanya menjual produk sensor tanpa IoT. Baru pada 2018, Mertani mengadopsi IoT di setiap produknya. Konsumen bisa memesan produk ini melalui situs mertani.co.id. Nantinya, Mertani akan menjelaskan terkait produk sensor mana yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Setelah alat sensor diterima dan dipasang di lokasi, pengguna bisa mendaftar lewat aplikasi untuk menggunakan produk tersebut.
Untuk mendirikan perusahaan ini, Yustafat dibantu oleh Dualim Atma Dewangga, Andrianto Ansari, dan Widagdo Purbowaskito. Mereka merupakan alumni Universitas Gadjah Mada (UGM). Beberapa di antaranya juga pernah bekerja di perusahaan sawit. Pada 2016, keduanya menguji coba sensor untuk pertanian dan perkebunan ini. Lalu, keduanya menggarap serius bisnis ini pada 2017.
Saat ini, Mertani sudah menerima pendanaan. Namun, dia enggan untuk memberitahu investornya. Sejauh ini, Mertani belum meraup untung. Untungnya, Mertani sudah memeroleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhan operasional. “Ini lumrah bagi startup, karena untuk melakukan penetrasi pasar butuh ‘bakar uang’,” kata dia.
Adapun Mertani sudah menggaet 14 pengguna, baik individu, kelompok tani maupun perusahaan yang berasal dari Jawa Timur, Riau, dan Palembang. Tahun ini, dia berencana memproduksi massal (mass production) dan menyempurnakan produknya. Untuk itu, ia mencari pendanaan untuk merealisasikan perencanaan tersebut.