Ekspor Alas Kaki Diprediksi Tembus Rp 142 Triliun pada 2023
Ekspor alas kaki ditargetkan tembus US$ 10 miliar atau sekitar Rp 142 triliun dalam empat tahun mendatang. Salah satu pemicunya permintaan yang meningkat berkat terbukanya akses pasar dari Australia seiring ditandatanganinya perjanjian kerja sama ekonomi kompeherensif.
Industri alas kaki merupakan salah satu sektor manufaktur andalan yang mampu memberikan kontibusi besar bagi perekonomian nasional. Ini tercemin dari pertumbuhan kelompok industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki yang mencapai 9,42% pada 2018 atau naik signifikan dibandingkan2017 sekitar 2,22%. Capaian tahun lalu tersebut melampaui pertumbuhan ekonomi nasional di angka 5,17%.
(Baca: Produsen Sepatu Ardiles Raih Kontrak Rp 70 Miliar di Australia)
Pertumbuhan industri juga diikuti dengan meningkatnya ekspor alas kaki nasional sebesar 4,13% menjadi US$ 5,11 miliar pada 2018 dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar US$ 4,91 miliar.
Karenanya, industri alas kaki sedang diprioritaskan pengembangannya karena sebagai sektor padat karya berorientasi ekspor. “Bersama industri tekstil dan pakaian, industri alas kaki pun dipersiapkan untuk memasuki era industri 4.0 agar lebih berdaya saing global dan ekspornya naik,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Tengerang, Banten, Jumat (15/3).
Dia menyatakan optimistis akanpeningkatan ekspor alas kaki nasional bisa mencapai US$ 6,5 miliar atau setara Rp 92,1 triliun pada tahun 2019 dan meningkat menjadi US$ 10 miliar atau sekitar Rp 142 triliun dalam empat tahun ke depan.
“Apalagi, Indonesia sudah meneken kesepakatan kerja sama ekonomi kompeherensif (CEPA) dengan Australia dan European Free Trade Association (EFTA). Ini menjadi potensi untuk memperluas pasar ekspor bagi produk manufaktur kita,” ujarnya.
(Baca: RI-Australia Teken Perjanjian Dagang, Bea Masuk Ribuan Barang Dihapus)
Airlangga menegaskan, pemerintah berupaya melakukan kebijakan strategis untuk mendorong industri alas kaki di Indonesia guna meningkatkan kapasitas produksinya. Ini dilakukan agar industri alas kaki dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sekaligus menjadi substitusi impor atau mengisi pasar ekspor.
Kebijakan itu antara lain berupa, memberi kemudahan akses terhadap bahan baku, peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan vokasi yang berkesinambungan antara SMK dengan industri, serta implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0 dalam menyongsong revolusi industri 4.0.
Agar industri mau aktif melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk inovasi serta terlibat dalam program pendidikan dan pelatihan vokasi, pemerintah akan memfasilitasi melalui pemberian insentif fiskal super deductible tax.
Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO) Eddy Widjanarko menambahkan, pihaknya optimistis industri alas kaki di Indonesia dapat tumbuh dan berdaya saing.
“Industri sepatu sangat cocok dikembangkan di Indonesia dan akan terus menjadi sektor andalan masa depan. Kami melihat ekspor akan meningkat tahun ini seiring adanya investasi tambahan yang masuk ke Indonesia,” ungkapnya.
Sebelumnya, produsen sepatu Ardiles, PT Wangta Agung menandatangani kontrak dagang senilai US$ 5 juta atau sekitar Rp 70 miliar dengan perusahaan Australia, Urban Footwear Pty Ltd. Sepatu itu nantinya diekspor, namun akan dijual dengan merek dagang Australia.
(Baca: Kerja Sama Ekonomi dengan Australia Buka Peluang Ekspor Manufaktur)
Kontrak kerja sama ini akan berlaku selama lima tahun. Penandatanganan kontrak kerja sama dilakukan Direktur PT Wangta Agung, Lai Hermanto dan Managing Director Urban Footwear Pty Ltd, Nik Gauganovski.
"Pemerintah Indonesia sangat mendukung pelaku usaha nasional untuk melakukan penetrasi dan perluasan pasar ke negara lain, khususnya Australia,” kata Kepala Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Sydney Agung Haris Setiawan melalui siaran pers, Selasa (5/3).