Luncurkan Buku KSK, Gubernur BI Paparkan Kondisi Keuangan 2018
Bank Indonesia (BI) meluncurkan buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) Semester II 2018 (No.32 Edisi Maret 2019) yang mengusung tema Penguatan Intermediasi di tengah Ketidakpastian Ekonomi Global. Dalam edisi terbaru ini ada beberapa aspek penyempurnaan dibandingkan dengan buku sebelumnya. Misalnya, terdapat soal analisis makro financial linkage, yaitu hubungan antara sektor keuangan domestik dengan kondisi makro global.
Selain itu, ada pula soal pengayaan dimensi analisis. Di dalamnya, berisi penggabungan time series (prosiklikalitas) dengan cross section, yaitu keterkaitan antar elemen dalam sektor keuangan. Di sisi lain, penyempurnaan buku itu juga mencakup penekanan pada penyajian analitikal, tak semata memaparkan perkembangan sistem keuangan.
Gubernur BI Perry Warjiyo menceritakan, pada 2018, BI telah menaikkan bunga acuan sebanyak 175 basis poin seiring dengan ketidakpastian global. Di saat yang sama, bank sentral mengeluarkan kebijakan moneter yang akomodatif untuk mendorong permintaan domestik di tengah bunga acuan yang tinggi.
Dengan cara itu, kenaikan suku bunga acuan tidak berdampak pada stabilitas sistem keuangan. "Karena kami luncurkan jamu manis berupa kebijakan makroprudensial," kata dia dalam peluncuran buku KSK itu di kantornya, Jakarta, Jumat (3/5).
Pada semeseter dua 2018, bank sentral memperkuat kebijakan makroprudensial akomodatif dengan melakukan pelonggaran kembali Rasio Loan to Value/Financiang to Value (LTV/FTV) untuk Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Pelonggaran itu berupa besaran rasio LTV/FTV untuk fasilitas kredit pertama, pelonggaran fasilitas inden, dan pelonggaran termin pembayaran.
(Baca: Pelonggaran LTV Mendukung Target Program Sejuta Rumah)
Kemudian, BI melakukan penyempurnaan ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) Loan to Funding Ratio (LFR) menjadi Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM). BI juga membuat implementasi instrumen Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) untuk meningkatkan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan.
Di sisi lain, BI mempertahankan besaran Countercylical Capital Buffer (CCB) pada level 0%. Hal ini diiringi dengan upaya pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Konsistensi kebijakan makroprudensial akomodatif pada 2018 didukung oleh koordinasi dan kerjasama antara BI dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan otoritas lainnya. Dengan demikian, intermediasi dapat terus tumbuh membaik, permodalan bank tinggi dengan risiko likuiditas yang terjaga dengan baik. Tidak hanya itu, indeks stabilitas sistem keuangan tetap terjaga dalam zona aman.
(Baca: BI Longgarkan Aturan GWM di Tengah Lambatnya Pertumbuhan Dana Nasabah)
Ke depan, bank sentral memprediksi kondisi stabilitas sistem keuangan diperkirakan tetap terjaga. Pertumbuhan kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam kisaran 10-12% (year on year/yoy) dan 8-10% (yoy).
Siklus keuangan saat ini menunjukkan arah ekspansi dan diperkirakan akan terus menguat. Kinerja korporasi non-keuangan juga terjaga dan terus melanjutkan ekspansi. BI akan menguatkan intermediasi yang didukung dengan permodalan dan likuiditas yang memadai.
Kebijakan rasio LTV/FTV secara berkala akan dievaluasi, begitu pula dengan RIM. Tujuannya, untuk mendorong intermediasi yang bersifat wholesale. Sementara, ketentuan PLM dan CCB juga akan terus dioptimalkan.