Sebelum Masuk Holding BUMN Tambang, Krakatau Harus Selesaikan Utangnya
PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) masih menunggu PT Krakatau Steel (Persero) Tbk menyelesaikan restrukturisasi utangnya sebelum bergabung dalam Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor Pertambangan.
Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama Inalum menegaskan, restrukturisasi utang Krakatau Steel perlu dilakukan agar tidak menganggu keseimbangan neraca keuangan (balance sheet) Inalum. Apalagi Inalum memiliki utang dalam bentuk global bond.
"Supaya nanti pada saat dimasukkan, kami kan ada outstanding global bond, itu tidak membuat posisi balance sheet-nya Inalum terhadap global bond," kata Budi Gunadi kepada Katadata.co.id saat ditemui di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, beberapa waktu yang lalu.
Tahun lalu Inalum menerbitkan obligasi global senilai US$ 4 miliar atau sekitar Rp 58,4 triliun yang dicatatkan di Amerika Serikat (AS) dengan bunga sebesar 5,5% hingga 7,375%. Dana hasil penerbitan obligasi global tersebut digunakan untuk membiayai akuisisi saham PT Freeport Indonesia dan refinancing pinjaman yang didapatkan perseroan untuk membiayai akuisisi tersebut.
(Baca: Utang Inalum Membengkak 5 Kali Lipat Usai Akuisisi Freeport)
Menurut Budi, yang paling penting saat ini adalah tercapainya kesepakatan struktur restrukturisasi utang antara Krakatau Steel dengan pihak kreditur, baik bank BUMN maupun swasta. "Kalau memang jelas terlihat proses restrukturisasi sudah siap, disetujui oleh krediturnya, kondisinya akan menjadi lebih baik," kata Budi.
Ada pun, Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim pernah mengatakan, penyelesaian restrukturisasi utang perusahaan senilai sebesar US$ 2,49 miliar atau sekitar Rp 35,1 triliun, memakan waktu hingga tiga tahun ke depan. Namun, bukan berarti Krakatau Steel bakal masuk ke Holding BUMN Tambang pada 2021 mendatang.
Pasalnya, Inalum dan Krakatau Steel terus melakukan pembicaraan mengenai konsolidasi ini dengan Menteri BUMN Rini Soemarno. Budi mengatakan, Rini ingin secepat mungkin Krakatau Steel masuk ke dalam Inalum.
Namun, Budi menilai masuknya Krakatau Steel ke dalam Holding BUMN Tambang tergantung seberapa cepat manajemen Krakatau Steel bisa melakukan kesepakatan dengan bank-bank pemberi pinjaman. "Jadi, tahap pertama memang restrukturisasi dulu," katanya menegaskan.
Di sisi lain, Silmy bilang masuknya Krakatau Steel ke holding BUMN tambang akan menciptakan integrasi bisnis yang lengkap dari hulu hingga hilir, yakni mulai dari tambang, masuk ke pabrik pemurnian (smelter), sampai ke produk baja.
"Idealnya memang dalam satu holding, karena itu nanti akan banyak sekali sinerginya," kata Silmy ketika ditemui usai rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) Krakatau Steel di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Jumat (26/4).
(Baca: Gabung Holding BUMN, Krakatau Steel Optimistis Kinerja Akan Naik)
Strategi Restrukturisasi Utang Krakatau Steel
Krakatau Steel akan menjalankan dua strategi dalam rangka restrukturisasi utang senilai US$ 2,2 miliar atau setara Rp 31 triliun. Strategi pertama yaitu divestasi saham pada anak usaha. Caranya, bisa melalui penjualan saham secara langsung, penerbitan Dana Infrastruktur (Dinfra), atau melalui Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT).
"Ini pun ada klausul buy back," kata Silmy Karim di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Jumat (26/4).
Rencananya, divestasi akan dilakukan tiga tahun ke depan lantaran perusahaan ingin mengoptimalkan kinerja anak usaha guna meningkatkan valuasinya. Target nilai divestasi bisa mencapai sekitar US$ 1 miliar.
Strategi kedua, yaitu penerbitan obligasi konversi (convertible bond) dengan nilai sekitar US$ 1 miliar. Obligasi akan diterbitkan dengan hak opsi berupa konversi ke saham Krakatau Steel melalui skema Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD). Pihaknya juga membuka peluang penerbitan instrumen pembiayaan lainnya untuk pelunasan obligasi tersebut, jika memang diperlukan.
Nantinya, setelah melakukan divestasi saham pada anak usaha dan penerbitan obligasi konversi, Krakatau Steel bakal melakukan penerbitan saham baru (rights issue). Hasil dari aksi korporasi tersebut bakal digunakan untuk melakukan buy back atas saham anak perusahaan yang sudah dilepas.
Targetnya, dari hasil divestasi anak perusahaan dan penerbitan obligasi konversi, Krakatau Steel bakal mampu merestrukturisasi utang sekitar US$ 2,2 miliar. Dengan demikian, tersisa utang sekitar US$ 600-700 juta dolar.
(Baca: Krakatau Steel Merugi Rp 884,6 Miliar pada Kuartal I-2019)