Ani Yudhoyono, Putri Tomboi yang Menawan Hati SBY

Dwi Hadya Jayani
3 Juni 2019, 17:09
Ibu Ani Yudhoyono dirawat di Rumah Sakit Universitas Nasional Singapura, ditemani cucu, kedua anaknya, dan menantunya.
Ibu Ani Yudhoyono ketika dirawat di National University Hospital, Singapura, ditemani cucu, kedua anaknya, dan menantunya.

Kristiani Herrawati, putri dari Letnan Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo, tutup usia pada 1 Juni 2019 pukul 11.50 waktu Singapura. Kanker darah (leukemia) yang diderita selama empat bulan terakhir membuat kondisinya menurun dengan cepat meskipun berada dalam perawatan intensif dokter-dokter di National University Hospital (NUH).

Jeng Ani, begitulah panggilan kesayangan dari suaminya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Istri terkasih SBY tersebut dikenal sebagai pribadi yang tangguh berkat didikan keras dari kedua orang tuanya. “Jadi anak prajurit tidak boleh cengeng, apalagi penakut. Kalian harus berani menegakkan kebenaran. Harus tegar jika suatu saat terpisahkan dari Papi karena tugas dalam waktu lama,” ujar Sarwo Edhie kepada putra-putrinya, seperti dikutip dari buku biografi Ani yang berjudul Kepak Sayap Putri Prajurit.

Ani adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara. Komunikasi yang terjalin antara orang tua Ani dan anak-anaknya terbilang baik. Mereka membiasakan budaya diskusi antara orang tua dan anak beberapa kali dalam seminggu setelah makan malam. Kebiasaan inilah yang membentuk mentalitas anak-anaknya untuk belajar, bersikap, dan berbicara tanpa tekanan sehingga menyenangkan untuk dijalani.

Tak lupa Sang Papi memberikan wejangan untuk menumbuhkan keberanian berbicara kepada anak-anaknya, “Jangan takut berbicara pada siapa pun, selama kita hormat dan santun. Tidak perlu minder, apalagi gentar. Semua manusia memiliki martabat,” ujarnya.

Ucapan ini diterapkan ketika ada kunjungan tamu yang datang. Anak-anaknya ditugaskan untuk menerima tamu sekaligus menemani berbicara saat ayahnya pergi mandi dan berpakaian. Selain itu, anaknya juga diikutsertakan dan diminta untuk mengobrol bersama dengan koleganya dalam berbagai acara.

Inilah nilai demokrasi yang pertama kali ditanamkan sehingga Ani sejak kecil memiliki kemampuan berbicara tanpa rasa takut. Meski diberikan kebebasan dalam berbicara, Sang Papi tidak lupa memberikan wejangan untuk mengontrol pembicaraan termasuk adab dalam bercanda. Ia hampiri jika anaknya sedang bercanda dan tertawa berlebihan.

“Kalau bercanda jangan kebablasan. Apalagi kalau kalian sudah menjadi pemimpin kelak. Papi punya teman karena kebanyakan bercanda maka ia gagal jadi pemimpin," katanya. Wejangan ini juga diikuti dengan penanaman tata krama dari berbusana hingga sikap duduk yang baik.

(Baca: Ani Yudhoyono Meninggal Dunia Setelah Menjalani Perawatan Intensif)

Ani Kecil Lihai Memanjat Pohon

Meski telah dididik sedemikian rupa, di sisi lain Ani muda dikenal sebagai perempuan tomboi. Saat tinggal di Yogya, rumah dinas yang ditempati oleh keluarga Sarwo Edhie memiliki halaman yang luas dan pohon besar. Di antara tujuh bersaudara, hanya Ani yang berhasil mencapai dahan tertinggi. Ia betah duduk berjam-jam di dahan dan baru turun jika ibunya meneriaki untuk makan atau mandi. Cara Ani turun sangat lincah, seperti Tarzan.

Ani juga pernah nekat memetik jambu di kebun orang tanpa sepengetahuan pemiliknya karena tidak diizinkan. Ani kecil pun memanjat dan memetik beberapa buah jambu untuk diberikan kepada ibunya. Namun, kebanggaannya sebagai pemanjat pohon sempat runtuh. Saat Ani asyik memanjat, terdapat ulat hijau berbaris di bawah dahan pohon yang dihinggapi Ani. Alhasil, Ani pun menjerit ketakutan.

Ani bukan hanya lihai memanjat pohon. Ia juga jago berenang di Sungai Ciliwung sehingga bahunya menjadi tegap seperti atlet. Sawah dan perkebunan juga menjadi tempat bermain Ani sehari-hari.

Meski dikenal sebagai pribadi yang tangguh, Ani dilahirkan dalam kondisi prematur saat usia kandungan ibunya baru tujuh bulan. Berat Ani hanya dua kilogram dan harus hidup dalam inkubator lebih dari dua minggu agar tidak kedinginan. Meski begitu, ibunya tetap sabar merawat Ani kecil dengan dua botol panas agar tetap hangat. Ani yang lahir pada 6 Juli 1952 di RS Bethesda, Yogyakarta, akhirnya tumbuh sehat tanpa ada bekas bahwa ia lahir prematur.

Sunarti Sri Hadiyah, ibunda Ani, juga memiliki peran penting dalam pembentukan karakter anak-anaknya. Kakak sulung dan kakak kedua Ani, yakni Wijiasih Cahyasasi (Wiwiek) dan Wrahasti Cendrawasih (Titiek) pandai memasak, sedangkan adiknya Mastuti Rahayu (Tuti) lihai menjahit.

Halaman:
Reporter: Dwi Hadya Jayani
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...