Didera Aksi Ambil Untung Investor, IHSG Akhir Pekan Turun 0,32%
Indeks harga saham gabungan (IHSG) akhir pekan ini, Jumat (21/6), mengakhiri perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan koreksi sebesar 20,26 poin atau 0,32% ke posisi 6.315,44. Sementara itu indeks LQ45 turun 3,98 poin atau 0,39% menjadi 1.005,07.
Analis Bina Artha Sekuritas M. Nafan Aji Gusta mengatakan bahwa kinerja IHSG hari ini berada di teritori negatif karena pelaku pasar melakukan aksi ambil untung atau profit taking setelah berbagai sentimen positif yang terjadi.
Di sisi lain, berakhirnya rezim suku bunga tinggi global juga berpengaruh terhadap pergerakan indeks. "Apalagi baik The Fed maupun BI telah mempertahankan tingkat suku bunga acuan pada level yang sama, serta dovish statement dari The Fed memberikan euforia bagi para pelaku pasar," ujar Nafan di Jakarta, Jumat (21/6), dilansir dari Antara.
Padahal IHSG mengawali perdagangan hari ini dari zona hijau. Namun, hanya 10 menit setelah perdagangan dimulai IHSG langsung masuk ke zona merah hingga perdagangan berakhir.
(Baca: Bali United Klub Bola Pertama yang Melantai di Bursa Efek Indonesia)
Menurut data RTI Infokom, total transaksi saham hari ini mencapai Rp 20,33 triliun atau jauh di atas nilai rata-rata transaksi harian sepanjang tahun ini yang hanya Rp 9,99 triliun per hari. Sedangkan volume saham yang ditransaksikan mencapai 18,55 miliar saham.
Sebanyak 165 saham berakhir di zona hijau, 246 saham berakhir di zona merah, dan 119 saham lainnya stagnan. Beberapa saham yang paling signifikan menekan laju IHSG di antaranya PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) turun 1,74%, PT Astra International Tbk. (ASII) turun 1,97%.
Selain itu ada saham PT Pollux Properti Indonesia Tbk. (POLL) yang anjlok 24,32%, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) turun 0,51%, dan PT Plaza Indonesia Realty Tbk. (PLIN) juga jatuh hingga 19,14%.
Di sisi lain investor asing membukukan pembelian bersih saham sebesar Rp 366,16 miliar, mayoritas dilakukan di pasar negosiasi dan tunai sebesar Rp 352,18 miliar, sedangkan di pasar reguler hanya Rp 13,98 miliar.
(Baca: Jual Saham Perusahaan Asuransi lewat IPO, Grup Sinar Mas Raup Rp 5 T)
Saham empat bank kelas kakap menjadi buruan utama investor asing pada perdagangan hari ini, yakni saham BBCA Rp 186 miliar, PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) Rp 119,4 miliar, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) Rp 100,3 miliar, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) Rp 62,1 miliar.
Kinerja Bursa Asia Bervariasi dipengaruhi Perang Dagang
Sementara itu, bursa saham Asia mayoritas menutup perdagangan hari ini dengan kinerja yang bervariasi. Indeks Strait Times naik 0,21% dan Shanghai naik 0,5%. Sedangkan Hang Seng turun 0,27%, Nikkei jatuh 0,95%, dan Kospi turun 0,27%.
Kinerja bursa Asia hari ini utamanya dipengaruhi oleh sentimen perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang pada akhir bulan ini pemimpin kedua negara tersebut akan melanjutkan perundingan dagangnya di KTT G-20 di Jepang. Saat ini perwakilan masing-masing negara telah bertemu dan memulai negosiasi.
Kendati kedua pimpinan negara tersebut sepakat untuk bertemu, namun belum ada jaminan kesepakatan dagang akan tercapai. Inilah yang menjadi sumber kecemasan investor di benua kuning.
Dilansir dari Reuters, ekonom senior SMBC Nikko Securities, Kota Hirayama mengatakan bahwa negara-negara Asia sangat rentan terdampak konflik dagang ini. "Sentimen dari The Fed tidak akan mampu mendorong kinerja bursa Asia selamanya, sampai tercapainya solusi untuk mengatasi perang dagang AS-Tiongkok di pertemuan G20 nanti," ujarnya.
(Baca: Ada Sentimen Perang Dagang, Bank Sentral AS Pertahankan Bunga Acuan)
Kondisi geopolitik di Timur Tengah pun menambah beban pikiran investor. Seperti diketahui, Iran mengakui telah menembak jatuh pesawat pengintai tanpa awak milik militer AS yang melanggar ruang udara negaranya. AS pun dikabarkan sudah menyiapkan serangan militer terhadap Iran, namun Presiden AS Donald Trump membatalkan serangan tersebut di detik-detik terakhir.
Sebelumnya kondisi timur tengah telah bergolak setelah kapal tanker yang membawa minyak mentah di Teluk Hormuz diserang kelompok tidak dikenal. Selain itu fasilitas pengolahan minyak dan bandara udara di Arab Saudi juga mendapat serangan.
Eskalasi kondisi geopolitik Timur Tengah ini berpotensi mengganggu pasokan minyak dunia dan berdampak terhadap naiknya harga minyak mentah dunia. Di sisi lain, permintaan minyak juga berpotensi meningkat setelah sejumlah bank sentral di dunia memangkas suku bunganya untuk mendorong pertumbuhan.