Peneliti Oxford: Tim Buzzer di Indonesia Tergolong Kecil

Desy Setyowati
4 Oktober 2019, 19:51
Dua peneliti Oxford menyebutkan, tim buzzer di Indonesia tergolong kecil.
Katadata
Ilustrasi media sosial. Dua peneliti Oxford menyebutkan, tim buzzer di Indonesia tergolong kecil.

Para pendengung di media sosial (buzzer) menjadi perbincangan setelah beredar banyak disinformasi terkait demonstrasi belakangan ini. Dua Peneliti Oxford mencatat, politikus di Indonesia memang menggunakan buzzer. Namun, tim buzzer di Tanah Air tergolong kecil dibanding negara lain.

Kedua peneliti itu adalah Samantha Bradshaw dan Philip N Howard. Keduanya membuat laporan bertajuk ‘The Global Disinformation Order: 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation’ terkait manipulasi opini publik.

Dalam laporannya, kedua peneliti mencatat hanya politikus dan private contractors yang menggunakan buzzer untuk memanipulasi opini masyarakat di Indonesia. “Biaya yang dikeluarkan sekitar Rp 1 juta sampai Rp 50 juta,” demikian dikutip dari laporan yang dirilis September lalu ini.

Keduanya tidak menemukan data terkait pemerintah Indonesia memanipulasi opini publik. Sedangkan di Tiongkok, Kamboja, Rusia, Iran dan Israel ditemukan lebih dari tiga kementerian atau Lembaga (K/L) yang memanipulasi opini masyarakat.

(Baca: Moeldoko Nilai Aktivitas Para Buzzer Rugikan Jokowi)

Kapasitas pasukan siber yang memanipulasi pun tergolong rendah, karena hanya melibatkan sedikit orang. Mereka aktif selama pemilihan umum (pemilu). Aktivitas tim ini cenderung berkurang setelah pemilu.

“Tim berkapasitas rendah cenderung bereksperimen hanya dengan beberapa strategi, seperti menggunakan bot untuk memperkuat disinformasi. Tim ini juga hanya beroperasi di dalam negeri,” demikian dikutip.

Setidaknya ada 70 negara yang dikaji oleh kedua peneliti ini. Metodologi penelitian ini melalui empat tahap, yakni analisis berita, tinjauan literatur, studi kasus, dan konsultasi ahli. Kajian ini dilakukan selama tiga tahun.

Dalam laporannya, kedua peneliti itu menyebutkan bahwa 87% dari negara yang diteliti menggunakan akun media sosial milik manusia (human accounts) untuk memanipulasi opini publik. Sebanyak 80% pakai akun bot dan 11% menggunakan akun robot (cyborg). Lalu, 7% meretas akun untuk melancarkan aksinya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...