Omnibus Law Diprediksi Bakal Dongkrak IHSG ke Level 6.750 pada 2020
Perdagangan di pasar modal pada tahun ini sudah ditutup pada Senin (30/12). Sepanjang 2019, IHSG naik 1,7% ke level 6.299,54 dari level 6.194,49 pada penutupan setahun sebelumnya. Beranjak dari situ, bagaimana potensi laju indeks dalam negeri pada 2020?
Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee menilai IHSG pada 2020 berpotensi menembus level tertingginya sepanjang masa di 6.750. Adapun level tertinggi yang pernah dicapai IHSG yaitu 6.689,29 pada penutupan perdagangan 19 Februari 2018 lalu.
Hans mengatakan, ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi laju positif indeks di 2020, baik yang berasal dari dalam negeri maupun global. Salah satu faktor pendorong dari dalam negeri yaitu rencana pemerintah menerapkan omnibus law untuk mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi.
"Melihat dari undang-undang omnibus law yang mau di-push pemerintah, Jokowi cukup bagus karena di parlemen punya mayoritas. Penerapan omnibus law, bisa mendorong ekonomi lebih baik lagi," kata Hans beberapa waktu lalu.
(Baca: Naik 1,7% Selama 2019, IHSG Kalah oleh 3 Bursa Negara di Asia Tenggara)
Istilah omnibus law disebut Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada pidato pertamanya setelah dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019. Jokowi mengatakan, omnibus law akan menyederhanakan regulasi yang berbelit-belit, memperbaiki ekosistem investasi dan daya saing Indonesia, dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global.
Analis Binaartha Sekuritas, M. Nafan Aji Gusta mengatakan bahwa realisasi janji pemerintah terkait omnibus law harus segera disahkan dan direalisasikan. Di sisi lain dia melihat akan ada gebrakan dari pemerintah dalam rangka deregulasi demi menciptakan iklim investasi di domestik yang efisien dan efektif.
"Karena sejauh ini kan kita juga masih berkutat pada masalah birokasi, klasik," katanya. Nafan menambahkan, dari dalam negeri, upaya pemerintah untuk melakukan hilirisasi perlu direalisasikan agar Indonesia tidak hanya mengekspor bahan mentah (raw material) saja melainkan bahan jadi.
(Baca: Terpukul Gejolak Global, Pasar Modal RI 2019 Bisa Cetak Hasil Positif)
Pasalnya ekspor bahan jadi dapat menolong neraca perdagangan Indonesia yang selama ini terus defisit. Dengan neraca dagang yang tidak defisit, Nafan menilai Indonesia bisa lebih mudah melakukan transformasi menjadi negara maju. "Ini masih jadi pekerjaan rumah hingga saat ini," ujarnya.
Adapun Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat defisit neraca perdagangan pada November 2019 mencapai US$ 1,33 miliar. Sehingga sepanjang tahun ini, hingga November, defisit neraca perdagangan Indonesia telah mencapai US$ 3,11 miliar. Adapun, Nafan memprediksi, IHSG pada bulan pertama di 2020 berpotensi untuk naik di rentang level 6.404 hingga 6.675.
Meski begitu, IHSG masih harus menghadapi volatilitas ekonomi global yang berpotensi menjadi batu sandungan untuk naik lebih tinggi. "Masih banyak faktor dari luar yang pengaruh. Dalam negeri cukup bagus tapi eksternal lebih pengaruh," kata Hans.
Salah satu faktor global yang berpengaruh pada IHSG di 2020 yaitu perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Pelaku pasar modal disebut bakal menanti kesepakatan damai fase berikutnya, setelah pada 13 Desember 2019, kedua negara menyepakati perjanjian damai fase pertama.
(Baca: Bursa Saham Amerika Terancam Koreksi Tajam Tahun Depan)
Namun Hans menilai negosiasi kesepakatan dagang tahap selanjutnya terganggu oleh rencana parlemen AS memakzulkan Presiden Donald Trump. "Rencana pemakzulan Trump oleh DPR AS, bisa mengganggu negosiasi damai kedua negara tersebut," ujarnya.
Selain itu aksi demonstrasi warga Hong Kong yang sepanjang 2019 mempengaruhi laju IHSG, masih akan mempengaruhi laju indeks domestik pada 2020. Meski begitu, efeknya tidak sebesar sebelumnya karena parlemen Hong Kong yang pro demokrasi. "Jadi, keadaan ribut di sana masih akan berlangsung, tapi sepertinya mereda," kata Hans.