Naik-Turun Harga Minyak Setiap Terjadi Konflik di Timur Tengah

Sorta Tobing
9 Januari 2020, 06:00
Demonstran membakar bendera Amerika Serikat, Israel dan Inggris saat aksi protes menentang pembunuhan Mayor Jenderal Iran Qassem Soleimani, kepala pasukan elit Quds, dan komandan milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis, yang tewas saat serangan udara di bandara
ANTARA FOTO/REUTERS/WANA (West Asia News Agency)/Nazanin Tabatabaee
Demonstran membakar bendera Amerika Serikat, Israel dan Inggris saat aksi protes menentang pembunuhan Mayor Jenderal Iran Qassem Soleimani, kepala pasukan elit Quds, dan komandan milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis, yang tewas saat serangan udara di bandara Baghdad, di Teheran, Iran, Jumat (3/1/2020).

Pemerintah Iran melancarkan serangan rudal ke pangkalan militer Amerika Serikat di Irak kemarin, Rabu (7/1). Serangan ini hanya beberapa jam usai pemakaman Mayor Jenderal Qassem Soleimani.

Perwira militer senior Iran itu pada akhir pekan lalu tewas dalam serangan udara AS di dekat Bandar Udara Internasional Baghdad, Irak. Iran membalas dengan menembakkan 13 rudal ke pangkalan Al Assad dan Irbil.

Ketegangan hubungan dua negara itu mengguncang pasar komoditas. Harga minyak sempat dibuat naik-turun imbas tensi geopolitik di Timur Tengah yang memanas.

Dilansir dari Bloomberg, harga minyak kemarin untuk West Texas Intermediate kontrak Februari 2020 sempat naik 0,88% menjadi US$ US$ 63,25 per barel. Sedangkan harga minyak jenis Brent untuk kontrak Maret naik 1,19% menjadi US$ 69,08 per barel.

Kemudian kedua harga minyak acuan dunia itu turun. Pada pukul 21.35 WIB harga WTI telah berada di posisi US$ 62,23 per barel. Minyak Brent harganya di US$ 67,98 per barel.

(Baca: Kementerian ESDM Tanggapi Dampak Konflik AS-Iran ke Harga BBM di RI)

Sampai saat ini, menurut laporan New York Times, tidak ada fasilitas minyak terganggu. Belum ada tanda-tanda juga Teheran akan mengacaukan perdagangan emas hitam itu, misalnya dengan menutup Selat Hormuz.

Selat sempit yang memisahkan Iran dengan Uni Emirat Arab tersebut merupakan jalur perlintasan banyak kapal tanker untuk mengirim minyak keluar Teluk Persia. Sebanyak 30% suplai dunia atau sekitar 18 juta barel per hari minyak “mengalir” melewatinya.

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam cuitannya mengatakan kondisi AS usai serangan tersebut baik-baik saja. “Sejauh ini kami memiliki militer terkuat dan terlengkap di dunia,” cuit @realDonaldTrump.

Usai melakukan serangan rudal, Iran kembali meminta tentara AS angkat kaki dari Timur Tengah. “Sekarang mereka sudah mengetahui kekuatan kami,” kata panglima militer Iran, Mohammad Bagheri dilansir dari Reuters.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta tidak ada kehebohan meski harga minyak dunia melonjak. "Enggak apa-apa. Semua itu hidup, pasti ada naik turun, jangan terlalu heboh," katanya.

(Baca: Konflik Iran-AS Kian Memuncak, IHSG dan Bursa Asia Berguguran)

Pergerakan Harga Minyak Pasca Perang Dunia II

Data dari Oilprice.com menunjukkan, setidaknya ada delapan peristiwa besar yang mengakibatkan gejolak harga minyak pasca Perang Dunia II. Delapan peristiwa itu adalah Krisis Suez (1956), Krisis Minyak 1973, Revolusi Iran (1970-1980), Perang Irak versus Iran (1980-1988), Perang Teluk (1990-1991), Krisis Ekonomi Asia (1997), Perang Irak (2003-2011), dan Arab Spring (2010-2012).

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...