Bos Google dan Microsoft Beda Pendapat soal Pengaturan AI di Eropa
Induk usaha Google, Alphabet menilai teknologi pengenalan wajah (facial recognition) berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) perlu diatur. Namun, Microsoft menilai regulator di Uni Eropa perlu hati-hati, supaya tidak menghambat pengembangan teknologi.
Kepala Eksekutif Alfabet Sundar Pichai khawatir AI itu digunakan untuk tujuan jahat. “Saya pikir penting bagi pemerintah dan regulator menangani ini lebih cepat, dan memberikan kerangka kerja terkait itu,” katanya dalam konferensi di Brussels, dikutip dari Reuters, kemarin (20/1).
Pernyataan itu menanggapi rencana Uni Eropa mengatur tentang kecerdasan buatan. Sebagaimana diketahui, AI bisa disematkan dengan teknologi lain seperti pengenalan wajah.
"Ini bisa langsung tetapi mungkin ada masa tunggu sebelum kita benar-benar memikirkan bagaimana itu digunakan," kata Pichai. “Terserah pemerintah untuk menentukan arah (penggunaan AI).”
Tindak kejahatan menggunakan AI salah satunya deepfakes, yakni video atau audio yang dimanipulasi. (Baca: Facebook Kembangkan Aplikasi Khusus Karyawan untuk Kenali Wajah)
Uni Eropa sebenarnya ingin mengatur tentang privasi dan hak penggunaan data yang didapat dari pemanfaatan kecerdasan buatan. Peraturan itu kabarnya memuat moratorium penggunaan teknologi pengenalan wajah di area publik hingga lima tahun ke depan.
Namun, banyak perusahaan dan instansi pemerintah yang mengadopsi teknologi tersebut. Karena itu, regulator masih mengkaji kemungkinan mengekang potensi penyalahgunaan, tetapi tidak membatasi pengembangan AI.
Namun, President Microsoft Brad Smith menilai, teknologi pengenalan wajah bisa dimanfaatkan untuk menemukan anak hilang. "Saya benar-benar enggan mengatakan 'mari kita hentikan orang menggunakan teknologi', ketika itu dapat membantu mereka melakukannya," katanya.