Profil 6 Calon Hakim Agung MA, dari Militer hingga Pajak

Hari Widowati
21 Januari 2020, 14:17
calon hakim agung, profil calon hakim agung, sugeng sutrisno, soesilo, rahmi mulyati, dwi sugiarto, h busra, sartono, hakim militer, hakim pengadilan pajak, mahkamah agung
Kolase, Dok. Komisi Yudisial
Enam calon hakim agung Mahkamah Agung (MA) mengikuti proses uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI, Selasa (21/1/2020). Mereka adalah Brigjen TNI Sugeng Sutrisno, Soesilo, Rahmi Mulyati, Dwi Sugiarto, H. Busra, dan Sartono.

Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mulai melaksanakan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap enam calon hakim agung Mahkamah Agung (MA). Mereka adalah hakim senior yang memiliki latar belakang beragam, dari hakim militer hingga hakim pengadilan pajak.

Keenam calon hakim agung yang diajukan Komisi Yudisial ke Komisi III DPR adalah Brigjen TNI Sugeng Sutrisno, Soesilo, Dwi Sugiarto, Rahmi Mulyati, H. Busra, dan Sartono. Sebelumnya, KY pernah mengajukan empat nama calon hakim agung tetapi ditolak oleh DPR. Berikut ini profil singkat dari keenam hakim yang dikumpulkan dari berbagai sumber.

Advertisement

1. Brigjen TNI Sugeng Sutrisno

Nama Sugeng Sutrisno tercatat sebagai hakim militer utama Pengadilan Militer Utama (Dilmitama) sejak Februari 2019. Kariernya di Pengadilan Militer dimulai sebagai Kepala Kepaniteraan (Katera) Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) III daerah Surabaya pada 2008.

Salah satu keputusannya yang paling dikenang publik adalah memecat Komandan Kodim (Dandim) 1408/BS Makassar, Kolonel Inf Jefry Oktavian Rotty. Jefry tertangkap saat pesta narkoba dengan rekan-rekannya di sebuah karaoke di Hotel d'Maleo, Makassar. Ia juga mengonsumsi cairan blue safir yang dicampurkan ke dalam minuman keras.

Sugeng membuat keputusan yang berani dalam penafsiran hukum. Pasalnya, saat itu blue safir masih diperdebatkan apakah termasuk narkotika atau bukan. Blue safir, menurut penafsiran hukum Sugeng, adalah zat yang sama dengan narkotika golongan 1 karena mengandung Catinone.

Jefry dipecat dan dijatuhi hukuman pidana 10 bulan. Ia dikenai pasal 127 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sugeng menyebut tindakan Jefry mencoreng TNI Angkatan Darat.

"Seharusnya Kolonel Jefry dapat memberi contoh yang baik dan menaati instruksi pimpinan TNI untuk memerangi narkoba, tapi terdakwa justru terlibat," kata Sugeng seperti dikutip Newsurban.id. Karier Sugeng terus meningkat hingga pada 2018 ia menjadi anggota Pokkimmiltama 2018.

(Baca: Sosok Tumpak Hatorangan yang Kini Pimpin Dewan Pengawas KPK)

2. Soesilo

Soesilo tercatat sebagai hakim tinggi Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin sejak 21 Januari 2019. Ia adalah alumni dari Universitas 17 Agustus 1945. Setelah meraih gelar sarjana hukum, ia melanjutkan pendidikan pascasarjananya di Universitas Lambung Mangkurat.

Dalam seleksi calon hakim agung di Komisi Yudisial (KY), Soesilo ditanya mengenai lembaga yang bertugas mengawasi hakim. Seperti dilansir di laman situs komisiyudisial.go.id, Soesilo menyebut KY dan MA melalui Badan Pengawas MA adalah pengawas hakim. Ia tak setuju jika ada kepala Pengadilan Tinggi yang tidak mengizinkan hakimnya hadir ketika dipanggil KY terkait isu teknis yudisial.

"Walaupun ada pernyataan dari wakil ketua MA, menurut saya tetap harus hadir untuk menentukan apakah laporan yang diperiksa termasuk teknis yudisial atau tidak," ujarnya. Ia juga berpendapat, hakim yang dipanggil harus bisa menjelaskan kepada KY mengenai laporan yang diminta.

Dalam kesempatan itu, Soesilo juga berpendapat tentang netralitas hakim di media sosial. Menurutnya, seorang hakim tak patut membuat status atau menyampaikan dukungan terbuka terhadap pihak-pihak tertentu dalam Pemilu Legislatif (Pileg) maupun Pemilihan Presiden (Pilpres). "Mereka harus netral," katanya.

(Baca: Profil Harjono, Eks Hakim MK yang Kini Jadi Dewan Pengawas KPK)

3. Rahmi Mulyati

Rahmi menjadi satu-satunya perempuan yang diajukan menjadi calon hakim agung. Anggota Panitera Muda Perdata Khusus di MA ini sebelumnya pernah dicalonkan sebagai hakim agung pada 2011. Ketika ia masih menangani kasus di PN Jakarta Pusat, ia membeberkan praktik suap yang dilakukan juru sita PN Jakarta Pusat pada 2007. Hal ini disampaikannya pada wawancara uji kelayakan calon hakim agung 2011 lalu.

Dalam wawancara dengan KY, Rahmi mengungkapkan perkembangan hukum yang pesat menjadi pekerjaan rumah bagi para hakim, contohnya terkait revolusi industri 4.0. Hukum positif bisa jadi belum mengatur hal tersebut karena terlambat mengikuti perkembangan masyarakat. "Solusinya dengan pengkajian, atau penemuan hukum dengan mendengarkan keterangan saksi ahli. Juga dengan melakukan perbandingkan dengan hukum yang lain," ujar Rahmi, seperti dikutip komisiyudisial.go.id.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement