Istana Tak Hambat 12 Kasus HAM Berat Dibawa ke Mahkamah Internasional
Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mempersilakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melaporkan 12 kasus pelanggaran HAM berat ke Mahkamah Internasional (Internasional Criminal Court/ICC) di Den Haag, Belanda. Fadjroel tak mempermasalahkan langkah tersebut selama dilakukan secara formal.
“Silakan menempuh jalur yang formal,” kata Fadjroel di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (29/1).
Langkah Komnas HAM mengajukan gugatan ke Mahkamah Internasional, menurut Fadjroel, akan membantu pemerintah menyelesaikan berbagai kasus tersebut. Apalagi, pemerintah masih belum menuntaskan penyelesaian 12 kasus pelanggaran HAM berat tersebut hingga saat ini.
(Baca: Komnas HAM Bersiap Bawa 12 Kasus HAM ke Mahkamah Internasional)
Fadjroel menyatakan pemerintah berkomitmen menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Selain KKR, pemerintah tak menutup kemungkinan pembentukan pengadilan HAM. Rencananya, mekanisme pengadilan HAM akan diakomodasi dalam rancangan Undang-undang (RUU) KKR yang tengah digodok pemerintah.
“Itu bisa bercermin dari sejumlah rekomendasi dari KKR di beberapa negara, terutama di Amerika Latin dan Timor Leste,” kata Fadjroel.
Komnas HAM sebelumnya menyatakan akan membawa 12 kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia ke Mahkamah Internasional. Berbagai kasus yang sudah berumur belasan hingga puluhan tahun tak kunjung tuntas.
(Baca: Mahfud Luruskan Pernyataan Jaksa Agung soal Semanggi I dan II)
Dua belas kasus tersebut yakni peristiwa 1965-1966; peristiwa penembakan misterius (petrus) 1982; peristiwa Talangsari, Lampung 1989; tragedi Trisakti dan Semanggi I dan II pada 1998-1999; dan peristiwa kerusuhan Mei 1998.
Kemudian, penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998; peristiwa Wamena dan Wasior 2001-2003; peristiwa Aceh-Jambo Keupok 2003; peristiwa Aceh-Simpang KKA 1998; peristiwa Aceh Rumoh Geudong 1989; serta peristiwa dukun santet di Jawa Timur 1998-1999.
Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam menilai kasus pelanggaran HAM yang tak kunjung selesai tersebut menunjukkan bahwa pemerintah tak memiliki komitmen menanganinya. Apalagi, pemerintah tak pernah berniat untuk membentuk tim penyidik ad-hoc yang independen untuk menyelesaikan kasus tersebut, sebagaimana disarankan oleh berbagai elemen masyarakat sipil.
Sehingga, sudah bisa memenuhi syarat untuk dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Internasional. "Sudah termasuk kategori kasus unwilling (tidak berkehendak)," ujarnya.
(Baca: Mahfud Jelaskan Jalur Penyelesaian 12 Kasus Pelanggaran HAM Berat)