Indonesia Siap Produksi Alat Tes Corona, Bagaimana dengan Obatnya?
Virus corona terus menyebar di Indonesia. Hingga Senin (4/5), jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 11.587 dengan tambahan 395 kasus sejak kemarin. Pemerintah pun terus melakukan berbagai upaya untuk menaggulanginya.
Dari sisi riset, pemerintah tengah mengupayakan produksi alat tes virus corona dan ventilator secara mandiri. Begitu juga penelitian untuk menemukan obat dan terapi untuk Covid-19 terus dilakukan.
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi (BRIN) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro menyampaikan beberapa perkembangannya:
Alat Tes
Bambang mengatakan pada Mei 2020, akan diluncurkan produksi massal 10 ribu perangkat tes cepat (rapid test kit) untuk mendeteksi Covid-19. “Ditargetkan pekan depan 10 ribu rapid test kit selesai diproduksi,” ujarnya dalam konferensi pers, Minggu (3/5).
Sebanyak 10 ribu perangkat itu merupakan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT) untuk mendeteksi IgG/IgM berbasis peptide sintesis, yang akan diproduksi paling lambat 8 Mei 2020.
(Baca: Positif Corona di RI 11.587 Orang, Hampir 2.000 Pasien Telah Sembuh)
Bambang menuturkan, saat ini perangkat tersebut sedang dalam tahapan produksi massal yang dikerjakan oleh Konsorsium Riset Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan Universitas Airlangga dan Universitas Gadjah Mada.
Perangkat tes tersebut mendeteksi virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 menggunakan antibodi IgG dan IgM yang ada di dalam darah.
Selain itu, pada akhir Mei 2020, ditargetkan perangkat tes berbasis PCR (PCR test kit) dapat diproduksi hingga 50.000 unit. Saat ini sedang berlangsung uji validasi produk.
Ventilator
Sebagian ventilator khusus karya anak bangsa saat ini menjalani uji ketahanan tahap akhir sebelum dapat digunakan untuk penanganan Covid-19. Nantinya setelah melalui uji ketahanan, ventilator tersebut selanjutnya akan diuji secara klinis dan diperkirakan akan memakan waktu selama sepekan.
"Sehingga diharapkan pertengahan Mei ini, kita sudah bisa melihat ventilator produksi Indonesia yang diproduksi oleh mitra industri," kata Bambang.
Untuk memproduksi ventilator tersebut, Kemenristek, katanya, bekerja sama dengan beberapa konsorsium BUMN dan juga perusahaan swasta.
(Baca: Menanti Mitra, Ventilator Lokal Siap Diproduksi Massal Pertengahan Mei)
Empat prototype ventilator yang saat ini sudah melalui proses pengujian BPFK dan sedang diuji secara klinis adalah prototype yang berasal dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta dari salah satu perusahaan swasta PT. Dharma.
Menristek berharap produksi ventilator tersebut ke depan dapat memenuhi kebutuhan dalam perang melawan Covid-19, yang menurut diskusinya dengan Kemenkes dibutuhkan sekitar 1.000 ventilator jenis continuous positive airway pressure (CPAP) dan sekitar 668 ventilator jenis Ambu Bag.
"Jenis Ambu Bag yang dibuat BPPT bisa juga dipakai untuk ruang instalasi gawat darurat (IGD). Jadi sangat membantu pasien yang kebetulan sedang berada dalam kondisi emergency," katanya.
Sementara itu, sebagian dari ventilator lainnya, kata dia, dapat digunakan untuk pasien yang berada di ruang operasi, sehingga penanganan pasien COVID-19 diharapkan dapat semakin optimal.
"Ke depan kami akan mengembangkan juga ventilator yang nantinya bisa dipakai di intensive care unit (ICU)," kata Bambang.
Suplemen dan Jamu
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Riset dan Teknologi (Menristek)/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah melakukan uji klinis terhadap jahe merah, jambu biji dan minyak kelapa murni yang diharapkan dapat meningkatkan ketahanan tubuh dari paparan COVID-19.
(Baca: Targetkan Corona Mereda Juni, Pemerintah Pacu Tes Massal hingga Mei)
"Kami sudah melakukan baik sistematic review, kemudian studi bioinformatika dan saat ini sedang melakukan uji klinis, terutama di Rumah Sakit Wisma Atlet, terutama untuk bahan-bahan seperti jahe merah, jambu biji dan kemudian juga virgin coconut oil," ujarnya.
Ia mengatakan kementeriannya berharap mereka dapat mendayagunakan suplemen yang sudah ada yang mengandung bahan-bahan tersebut sehingga diharapkan cocok untuk meningkatkan daya tahan tubuh sehingga dapat mengatasi penyakit COVID-19.
"Paling tidak (dapat) meningkatkan daya tahan terhadap COVID-19 ataupun kemudian menghasilkan suplemen baru yang diharapkan bisa menumbuhkan daya tahan tubuh terhadap COVID-19," katanya.
Obat
Sementara itu, untuk obat yang diharapkan dapat mengatasi penyakit COVID-19, Menristek mengatakan kementeriannya sedang melakukan uji klinis terhadap berbagai macam obat yang direkomendasikan dari luar negeri, baik avigan, chloroquine dan tamiflu, selain juga obat pil kina yang sedang dikembangkan di Indonesia.
"Pil kina (ini) sedang diuji sebagai salah satu alternatif obat yang barangkali bisa meringankan beban penderita COVID-19," ujarnya.
Terapi Plasma
Selain itu, Kemenristek juga sedang melakukan riset terhadap convalescent plasma sebagai terapi untuk pasien COVID-19. "Di mana plasma dari pasien yang sudah sembuh itu kemudian dicoba diberikan sebagai terapi untuk pasien COVID-19 yang sedang dalam kondisi berat," katanya.
Penelitian yang sudah mulai dilakukan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto terhadap convalescent plasma tersebut, kata Bambang, menunjukkan hasil yang cukup melegakan, meski masih memerlukan riset dalam skala besar.
(Baca: LBM Eijkman Targetkan Vaksin Corona Buatan RI Mulai Produksi 2021)
Oleh karena itu, Kemenristek/BRIN bersama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan melakukan riset yang lebih besar dan akan melibatkan banyak rumah sakit di berbagai daerah di Indonesia, tidak hanya di Jakarta, untuk mengembangkan convalescent plasma.
"Misalkan di Malang, di Yogyakarta, Surabaya, Solo maupun tempat-tempat lainnya," kata Menristek.
Ia berharap convalescent plasma tersebut dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan kesembuhan penderita COVID-19.
Selain convalescent plasma, Kemenristek juga sedang mengembangkan serum anti-COVID-19. "Kami mencoba membuat serum anti-COVID-19 yang merupakan kerja sama antara Biofarma, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan IPB (Institut Pertanian Bogor), yang diharapkan nantinya juga bisa menjadi alternatif untuk meningkatkan kesembuhan dari COVID-19,” tuturnya.