Antisipasi Likuiditas Seret, BRI Syariah Andalkan Kepemilikan Obligasi
Menghadapi dampak negatif pandemi virus corona (Covid-19) terhadap kinerja, PT Bank BRISyariah Tbk (BRI Syariah) percaya diri dengan likuiditas yang diklaim solid.
Direktur Bisnis Komersil BRI Syariah Kokok Alun Akbar mengungkapkan, perseroan optimistis mampu menjaga likuiditas tetap kuat hingga akhir tahun. Likuiditas BRI Syariah ia klaim tetap kuat walau harus menanggung beban restrukturisasi pembiayaan dalam waktu panjang.
"Hingga akhir April 2020 ini saja likuiditas BRI Syariah masih cukup aman. Bahkan, jika pandemi Covid-19 baru berakhir Desember 2020 sekalipun, likuditas kami masih solid," kata Kokok, dalam video conference, Selasa (5/5).
Masih baiknya likuiditas BRI Syariah tercemin dari rasio giro wajib minimum (GMW) yang berada di level 4,03%, masih di atas ketentuan yang dipatok Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yakni 3,5%.
Indikator lainnya adalah, rasio financing to deposit ratio (FDR) juga tergolong aman, yakni 92,11%. Level FDR ini masih dalam zona yang dianjurkan OJK, yakni 92-94%.
Untuk mengantisipasi kondisi terburuk, BRI Syariah mengandalkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM). Per 31 Maret 2020, PLM BRI Syariah tercatat sebesar 23,44%, jauh di atas ketentuan OJK yang sebesar 4,5%. Hal ini disebabkan karena, BRI Syariah selama ini menumpuk surat berharga atau obligasi.
(Baca: Ditopang Segmen Ritel, Laba Bersih BRI Syariah Melonjak 150%)
Ia menjelaskan, hingga akhir 2019 BRI Syariah memegang beberapa surat berharga, baik surat berharga syariah Negara (SBSN) maupun surat berharga lainnya. Alhasil, manakala ke depan terjadi kesulitan likuiditas, BRI Syariah tinggal melepas surat berharga ke pasar untuk mendapatkan dana segar.
Saat ini, concern BRI Syariah adalah menjaga rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF). Pasalnya, belum redanya pandemi corona meningkatkan potensi kenaikan NPF BRI Syariah ke depan.
Memang, sepanjang kuartal I 2020 NPF BRI Syariah terkendali di level 2,95%, jauh lebih baik dibanding kuartal I 2019 yang berada di level 4,34%. Namun, BRI Syariah mengejar target NPF di level 2,5% akhir tahun nanti, sehingga sebisa mungkin levelnya tidak makin naik.
Untuk mengantisipasi kenaikan NPF hingga akhir tahun, BRI Syariah akan mempercepat proses restrukturisasi pembiayaan bagi debitur yang terdampak Covid-19. Per April 2020, BRI Syariah telah merestrukturisasi 5.298 debitur dengan total pembiayaan mencapai Rp 1,6 Triliun.
Dari sisi kinerja, BRI Syariah berencana merevisi target pertumbuhan pembiayaan sebagai antisipasi jika wabah terus berlanjut. Sebelumnya, perseroan menargetkan pembiayaan mampu tumbuh 17%, namun mengingat kondisi saat ini targetnya diturunkan menjadi di bawah 10%.
(Baca: BRI Syariah Restrukturisasi 5.298 Debitur, Mayoritas KUR dan KPR)