Demokrasi Hong Kong dalam Ancaman UU Keamanan dan UU Lagu Kebangsaan
Dua anggota parlemen Hong Kong pro-demokrasi, Eddie Chu dan Ray Chan, mencoba mengeluarkan cairan berbau busuk dalam sebuah botol di dalam ruang rapat Dewan Legislatif, Kamis (4/6). Polisi dan petugas pemadam kebakaran langsung mengamankan keduanya.
Sesaat sebelum keluar dari ruangan, Chu sempat memberikan pernyataan. “Negara pembunuh berbau busuk selamanya. Apa yang kami lakukan hari ini adalah untuk mengingatkan kepada dunia bahwa kita seharusnya tidak memaafkan Partai Komunis Tiongkok karena telah membunuh rakyatnya 31 tahun lalu,” katanya, dikutip dari Reuters.
Tepat hari ini, 31 tahun lalu, kekuatan militer Tiongkok memberangus ribuan demonstran yang menuntut demokrasi di Lapangan Tiananmen, Beijing. Pemerintah negara itu mengakui beberapa ratus orang meninggal dalam tragedi tersebut. Tapi para mahasiswa yang terlibat rentetan aksi unjuk rasa mengklaim ada lebih tujuh ribu orang yang tewas.
(Baca: Trump Larang Pesawat Penumpang Tiongkok Terbang ke AS)
Selama ini hanya Hong Kong dan Macau yang boleh melakukan peringatan peristiwa Lapangan Tiananmen di Tiongkok. Tapi sekarang berbeda. Hong Kong, bekas koloni Inggris, tidak boleh melakukannya. Pandemi corona menjadi alasannya. Namun, banyak pihak berpendapat situasi sedang panas karena Beijing telah menentapkan undang-undang keamanan nasional untuk kota itu.
Di saat yang sama, parlemen Hong Kong sore tadi telah menetapkan undang-undang lagu kebangsaan. Di dalamnya, terdapat pasal kontroversial, yaitu penghinaan terhadap lagu kebangsaan Tiongkok merupakan sebuah pelanggaran dan dapat dikenai hukuman penjara tiga tahun. Di dalam rapat pembahasan RUU inilah Chu dan Chan melancarkan aksinya.
Situasi di Hong Kong saat ini sangat rumit. Amerika Serikat dan Inggris menyorot langkah Tiongkok menerapkan undang-undang keamanan baru. Presiden Donald Trump pada Jumat lalu mengatakan akan menghilangkan perlakuan perdagangan khusus untuk Hong Kong, sebagai langkah menghukum Tiongkok.
(Baca: Perang Dagang dengan Tiongkok Panas Lagi, Perusahaan AS Terancam Rugi)
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berencana mengubah aturan imigrasi dan menawarkan status kewarganegaraan untuk jutaan orang di Hong Kong. Status ini khusus bagi warga yang telah memegang paspor British National (Overseas) atau BNO. Nantinya, mereka diizinkan untuk tinggal di Inggris selama 12 bulan tanpa visa, dari hanya enam bulan.
BBC melaporkan sekitar 350 ribu orang di Hong Kong sudah memiliki paspor BNO. Tapi ada 2,6 juta lainnya yang memenuhi syarat.
Apa Isi UU Keamanan Nasional Hong Kong?
Undang-undang itu menyebut segala bentuk pelemahan atau meremehkan otoritas Beijing merupakan suatu tindak pidana. Termasuk di dalamnya adalah tindakan orang yang melakukan pemisahan diri dari negara tersebut, subversi, terorisme, dan pihak asing yang mengganggu Hong Kong.
Salah satu yang membuat banyak orang khawatir adalah pasal yang mengizinkan Tiongkok mendirikan badan keamanannya sendiri di Hong Kong untuk pertama kalinya. Semua aturan ini akan berlaku dalam hitungan bulan.
(Baca: Parlemen Tiongkok Setujui UU Keamanan, AS Sebut Hong Kong Tak Otonom)
Apa Tujuan UU Nasional Keamanan Hong Kong?
Ketika Hong Kong kembali ke tangan Tiongkok dari Inggris pada 1997, terdapat perjanjian unik di antara ketiganya. Kota itu berdiri di bawah hukum dasar dengan prinsip satu negara, tapi dua sistem.
Tak seperti kota di daratan Cina, Hong Kong memiliki kebebasan berkumpul dan berbicara, peradilan yang independen, dan hak demokratis lainnya. Di bawah perjanjian yang sama juga sebenarnya ada pasal yang mengharuskan Hong Kong membuat hukum keamanan sendiri.
Pemerintah sempat mencoba melakukannya pada 2003 tapi batal diterapkan karena mengundang protes. Tahun lalu kejadian yang sama pun berulang. Demonstrasi besar-besaran terjadi selama berbulan-bulan karena menolak undang-undang ekstradisi yang dikeluarkan pemerintah setempat. Tiongkok tak mau melihat hal itu terulang lagi.
(Baca: Balas Trump, Tiongkok Minta BUMN Setop Impor Babi-Kedelai dari AS)
Mengapa Hong Kong Khawatir dengan UU Keamanan Nasional?
Semua masyarakat bakal kehilangan kebebasan dan demokrasi. Orang yang mengkritik Beijing dapat dihukum berat, seperti yang terjadi di daratan Tiongkok. Banyak yang khawatir sistem peradilan Hong Kong akan berubah menjadi otoriter.
“Hampir semua persidangan yang melibatkan keamanan nasional dilakukan secara tertutup. Tidak pernah jelas apa tuduhan dan buktinya. Istilah kemanan nasional sangat samar sehingga mencakup hampir semua hal,” kata Profesor Johanne Chan dari University of Hong Kong, dikutip dari BBC.
(Baca: Dampak Trump Cabut Status Khusus Hong Kong Bagi Ekonomi AS & Tiongkok)