Kementerian ESDM Tolak Pelonggaran Royalti Batu Bara
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menolak relaksasi pembayaran royalti batu bara. Ini merupakan respons pemerintah atas permintaan relaksasi yang diajukan oleh para pelaku usaha tambang batu bara.
Direktur Penerimaan Minerba Kementerian ESDM Johnson Pakpahan menyatakan, penolakan tersebut karena pembeli telah memberikan uang muka di awal dalam proses jual beli batu bara.
"Jadi kalau perusahaan menerima pembayaran di muka, pemerintah juga sama-sama mendapatkannya," kata Johnson dalam diskusi media secara daring, Jumat (5/6).
Selain itu, pemerintah telah merevisi target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tahun ini imbas pandemi virus corona atau Covid-19. Adapun, target PNBP mineral dan batu bara (minerba) sebelum pandemi corona dipatok sebesar RP 44,34 triliun, diturunkan menjadi Rp 35,9 triliun.
Ia mengatakan, pemerintah tidak mengharapkan adanya penurunan target PNBP minerba kembali. Jika permintaan asosiasi batu bara dipenuhi, maka penerimaan negara bisa makin turun.
(Baca: ESDM Proyeksi Harga Batu bara Mulai Naik Tahun Depan ke Level US$ 66)
Adapun, Asosiasi Pertambangan Baru Bara Indonesia (APBI) telah meminta kepada pemerintah untuk memberikan relaksasi penundaan pembayaran royalti, karena bisnis terdampak pandemi corona.
Namun, ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah berkaitan dengan penerimaan negara.
Apalagi, jika hal ini dipenuhi maka dana bagi hasil (DBH) ke Daerah akan berpengaruh. Pasalnya, pendapatan daerah sangat bergantung pada sektor tersebut.
Sementara, Peneliti Senior Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, permintaan para pelaku usaha tambang tersebut tidak rasional. Pasalnya, royalti yang diterima oleh Pemerintah tidak lebih dari 8%.
Dari hasil pantuan INDEF, laba bersih dari sektor batu bara mencapai 20% dalam kondisi normal. Sementara, yang diterima negara hanya sekitar 6%.
(Baca: Harga Batu Bara Anjlok, Perusahaan Grup Bakrie Rugi Rp 509 Miliar)