Harga Minyak Dunia Kembali Turun Tertekan Lonjakan Persediaan AS
Harga minyak mentah dunia kembali turun pada perdagangan Rabu (24/6) waktu Indonesia, seiring dengan laporan pasar mengenai membludaknya persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS). Harga minyak turun setelah berhasil mencapai level tertingginya sepanjang pandemi corona menghantam.
"Tampaknya kita mengalami beberapa hambatan teknis setelah menutup celah koreksi harga sejak 6 Maret, dan kemudian kita akan melihat aksi ambil untung investor," kata analis Again Capital LLC New York, John Kilduff, seperti dikutip Reuters.
Berdasarkan data Bloomberg pukul 07.19 WIB, harga minyak jenis Brent untuk kontrak pengiriman Agustus 2020 turun 0,52% ke level US$ 42,48 per barel. Sedangkan harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Agustus 2020 turun 0,42% ke level US$ 40,20 per barel.
Harga acuan minyak mentah turun dalam perdagangan kemarin sore karena ekspektasi persediaan AS akan mencapai rekor tertinggi untuk pekan ketiga berturut-turut. Hal ini pun merusak tren kenaikan harga minyak beberapa waktu terakhir.
(Baca: Harga Minyak Naik Seiring Pembatasan Pasokan dan Pelonggaran Lockdown)
Menurut American Petroleum Institute (API), minyak memperpanjang kerugian dalam perdagangan pasca penyelesaian setelah persediaan minyak mentah AS naik jauh lebih besar dari yang diperkirakan analis sebesar 1,7 juta barel pekan lalu.
Adapun stok minyak mentah AS naik menjadi 539,3 juta barel dalam sepekan hingga 12 Juni atau merupakan tertinggi sepanjang masa. Menurut hasil jajak pendapat Reuters stok minyak AS diperkirakan akan kembali bertambah 300 ribu barel dalam pekan yang berakhir pada 19 Juni.
Harga minyak sebelumnya naik setelah Presiden AS Donald Trump menulis cuitan bahwa perjanjian perdagangan denggan Tiongkok masih berlaku. Pasalnya, pasar sempat dibuat resah oleh penasihat perdagangan Gedung Putih, Peter Navarro, yang menyebutkan bahwa kesepakatan dagang dengan Tiongkok telah berakhir.
Di samping itu, para analis mengatakan pasar juga tidak akan terkesan dengan laporan manajer pembelian di AS, yang menunjukkan rebound permintaan minyak negara itu dari tekanan pandemi corona yang tidak setajam di Eropa.
(Baca: Produksi Migas 2019 Tak Capai Target, Pertamina: Ada Kendala Teknis)