Produksi Migas 2019 Tak Capai Target, Pertamina: Ada Kendala Teknis
Produksi minyak dan gas (migas) PT Pertamina mencapai 901 ribu barel setara minyak per hari (boepd) pada tahun lalu. Perusahaan mengatakan, produksi tak mencapai target 922 ribu boepd karena ada kendala teknis.
Salah satunya, kendala di fasilitas produksi di Pertamina International EP (PIEP). Kompresor di Asset Algeria belum optimal, sehingga terjadi high ambient temperature.
“Meskipun tanpa major akuisisi, Pertamina mampu menahan penurunan produksi migas dengan melakukan 335 pengeboran sumur pengembangan dan 751 workover secara agresif pada 2019," ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman dalam keterangan tertulis, Senin (22/6).
Secara rinci, produksi minyak mencapai 414 ribu bopd atau sesuai target. Sedangkan produksi gas hanya 487 ribu boepd atau 95,87% dari target 508 ribu boepd.
Kinerja Pertamina selama 2019 juga lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Pada 2018, perusahaan mampu memproduksi migas 921 ribu boepd.
(Baca: Setoran Dividen Pertamina ke Pemerintah Tahun Ini Naik Jadi Rp 8,5 T)
Kendati begitu, lifting migas pada 2019 pada level yang sesuai, yaitu 734 mboepd. Fajriyah mengatakan, ini merupakan hasil kegiatan operasional yang intensif yaitu pengeboran 322 sumur pengembangan, 14 sumur eksplorasi, 751 workover, dan 13.683 well services.
Di sektor energi baru dan terbarukan, produksi panas bumi Pertamina mencapai 4.292 GWh pada 2019, atau naik 3% dibandingkan 2018. Anak usahanya yakni PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) mengelola 14 wilayah kerja panas bumi, dengan total kapasitas terpasang 1.877 MW, yang terdiri dari Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) own operation dan joint operation.
Saat ini, Indonesia diklaim memiliki kapasitas terpasang panas bumi terbesar kedua di dunia. Sebagian besar produksinya dihasilkan dari wilayah kerja PGE.
Fajriyah mengatakan, perusahaan berupaya memperkuat ketahanan energi dengan menambah produksi dan memperkuat cadangan migas. Ini terbukti dari tambahan cadangan sumber daya migas yang lebih tinggi pada tahun lalu.
Tambahan cadangan P1 atau terbukti (proven) tercatat 309 mmboe atau 44% lebih tinggi dibandingkan target 2019 sebesar 215 mmboe. Lalu, temuan cadangan 2C atau kontingensi sedang mencapai 446 mmboe. Besaran ini juga 55% lebih tinggi ketimbang target 288 mmboe. “Capaian ini sangat berarti bagi masa depan ketahanan energi nasional,” ujarnya.
(Baca: SKK Migas: Lifting Migas RI Telah Capai 90% dari Target APBN 2020)
Di samping itu, rasio pengembalian cadangan atau reserves replacement ratio juga 44% lebih tinggi dibanding target. Pada RKAP 2019 ditarget 71%, realisasinya mencapai 102%.
Selain itu, Pertamina berhasil melakukan survei seismik laut regional 2D di wilayah terbuka sepanjang 7.049 km selama November-Desember 2019. Hingga pertengahan Juni 2020, survei dilakukan hingga 25.864 km atau 86% dari target 30 ribu km.
"Ini merupakan survei seismik terbesar di Asia Pasifik dan Australia dalam 10 tahun terakhir. Harapannya, dapat menemukan cadangan migas baru yang menjadi giant discovery bagi Indonesia," imbuh Fajriyah.
(Baca: Jadi Proyek Mangkrak, BKPM & Pertamina Kebut Pembangunan Kilang Tuban)
Dalam upaya mencapai produksi minyak satu juta bopd dan 4.000 juta kaki kubik gas per hari (mmscfd) pada 2024, Pertamina juga aktif memproduksi di luar negeri. Saat ini, perusahaan memiliki 13 lapangan migas di Asia, Amerika, dan Eropa dengan produksi minyak 104 ribu bopd dan gas 273 mmscfd.
Pada 2019, Pertamina juga meraih penghargaan lingkungan, Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper). Perusahaan memperoleh 13 emas atau 50% dari total secara nasional.
Selain Proper Emas, Pertamina mendapat 76 Proper Hijau pada tahun lalu. “Proper merupakan wujud kepercayaan stakeholders terdapat bisnis Pertamina dalam pengelolaan lingkungan di wilayah operasi perusahaan,” ujar Fajriyah.
(Baca: Pertamina Targetkan Survei Seismik Jambi Merang Rampung Juli 2020)