Dirjen Pajak: 6 Perusahaan Siap Pungut Pajak Digital ke Konsumen
Direktorat Jenderal atau Ditjen Pajak sudah berkomunikasi dengan para pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) terkait pajak digital. Hasilnya, enam perusahaan asing siap memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada konsumen, paling cepat Agustus.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo menjelaskan, keenam perusahaan itu akan ditunjuk sebagai pemungut PPN pada Juli. "Siapa saja pelakunya? Nanti kami umumkan," ujar Suryo saat mengikuti diskusi secara virtual, Kamis (25/6).
PPN 10% atas transaksi barang dan jasa tak berwujud akan dipungut paling cepat Agustus. Ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 tahun 2020, yang terbit 5 Mei lalu.
(Baca: RI Berpotensi Raup Pajak Rp 10,3 T dari Netflix hingga Game Online)
Pada Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa pelaku usaha PMSE luar negeri akan ditunjuk oleh menteri. Kriterianya tertuang dalam Pasal 4, yakni nilai transaksi di Indonesia dan traffic atau pengakses melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan. Jumlah tertentu yang dimaksud akan ditentukan oleh Ditjen Pajak.
Atas dasar aturan itu, Suryo memastikan bahwa penunjukkan pelaku usaha berdasarkan kesiapan. Sebab, akan ada penyesuaian infrastruktur oleh masing-masing perusahaan saat memungut PPN.
Setelah ditunjuk menjadi pemungut, keenam perusahaan akan mulai menarik PPN atas produk digital yang dibeli mulai Agustus. "Setelah itu, mereka melaporkan ke negara," kata dia.
(Baca: Asosiasi E-Commerce Mendukung Kebijakan PPN 10% pada Transaksi Digital)
Pemungutan PPN paling cepat dilakukan Agustus guna memberi waktu kepada para pelaku usaha asing dan Dirjen Pajak. Dengan begitu, masing-masing pihak dapat mempersiapkan sistem pemungutan, pembayaran, dan pelaporan yang mudah, sederhana, dan efisien.
Harapannya, produk digital seperti streaming film, musik, aplikasi, game online, maupun jasa berbasis internet lainnya—yang disediakan oleh perusahaan asing—bisa dikenakan PPN. Dirjen Pajak memastikan perlakuan yang sama untuk produk digital besutan korporasi lokal, maupun produk konvensional.
Google Indonesia mengaku akan mendukung penerapan PPN 10% itu. "Kami mematuhi ketentuan pajak di semua negara di mana kami beroperasi. Juga terus melakukannya seiring dengan perubahan ketentuan pajak yang ada," kata Head of Corporate Communications Google Indonesia Jason Tedjasukmana kepada Katadata.co.id, awal Juni lalu (3/6).
(Baca: Soal Pajak Streaming Film: GoPlay Setuju, Iflix Tunggu Kantor Pusat)
Begitu juga dengan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), maupun penyedia layanan video on demand (VoD) lokal seperti GoPlay, besutan Gojek. Startup penyedia platform streaming film asal Malaysia, iFlix pun mengkaji aturan tersebut.
Akan tetapi, Presiden Donald Trump melalui kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (United States Trade Representative/USTR) sempat mengirimkan surat kepada Kemenkeu terkait pengenaan pajak digital itu. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku telah menjelaskan bahwa pengenaan PPN itu bukan merupakan subjek investigasi AS.
"USTR itu mempermasalahkan jika ada pengenaan pajak penghasilan (PPh)," ujar Sri Mulyani saat konferensi video, Selasa (16/6) lalu. (Baca: Trump akan Investigasi Aturan Pajak Digital RI, Kemenkeu Siap Menjawab)
Justru, Sri Mulyani menyatakan bahwa kebijakan itu tak merugikan perusahaan digital asing. "Tak ada sengketa dalam PPN karena yang membayar masyarakat," kata dia.
Lagi pula, pengenaan PPN oleh perusahaan digital asing telah dibahas bersama Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dan negara-negara G-20. (Baca: Layanan Netflix dan Spotify akan Kena Pajak Paling Cepat Agustus)