Pengusaha Pilih Sanksi Bagi Pelanggar Protokol Kesehatan Daripada PSBB
Pengusaha lebih memilih pemerintah menerapkan sanksi terhadap pelanggar protokol kesehatan dibanding pengetatan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Ini seiring Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan yang mengancam akan menerapkan kebijakan rem darurat jika kasus baru corona terus meningkat.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia atau APPBI Stefanus Ridwan beralasan, pengetatan kembali PSBB akan semakin memperburuk perekonomian masyarakat. Pasalnya, untuk memulihkan kembali kondisi ekonomi yang terpukul pandemi akan sangat sulit dan membutuhkan waktu yang panjang.
"Perlu membiasakan bahwa yang dihukum bukan tempatnya tapi yang melakukan atau orangnya ditindak tegas. Dulu kita masih ingat soal rokok, dilarang merokok di dalam mal misalnya, begitu ada yang merokok bukan orangnya yang ditindak tapi malnya, dan kami tidak punya hak untuk menindak seperti Polisi," kata Stefanus kepada Katadata.co.id, Rabu (15/7).
(Baca: Kasus Corona RI Meningkat 1.522 Orang, Terbanyak Berasal dari Jateng)
Menurut dia, pemerintah harus memetakan kembali tempat-tempat umum yang menjadi potensi pelanggaran protokol kesehatan seperti tidak menggunakan masker, tidak adanya jaga jarak dan kurangnya fasilitas untuk cuci tangan.
Kemudian setelah dipetakan, peningkatan pengawasan oleh aparat Kepolisian maupun Aparatur Sipil Negara (ASN) harus dilakukan disertai sanksi tegas sesuai dengan aturan yang ada. Upaya tersebut mendesak untuk dilakukan pasalnya tingkat kesadaran masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan dengan disiplin masih rendah.
"Mestinya orangnya yang melanggar ditindak tegas, toh kami sudah usaha maksimal. Saya kira sekarang bukan saatnya lagi peringatan-peringatan, langsung saja tindak secara hukum denda atau apapun, karena kalau tidak mereka tidak kapok," kata dia.
Sementara itu, Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono mengatakan, untuk menekan angka penyebaran virus corona dan menjaga kondisi perekonomian agar tak semakin terpuruk pemerintah harus mau memberikan subsidi berupa masker dan face shield kepada masyarakat.
(Baca: Kasus Covid-19 Melonjak, Anies Ultimatum Warga Jakarta)
Kebijakan ini supaya pemerintah tak mengambil kebijakan pengetatan PSBB. Setelah itu pengawasan pun harus ditingkatkan. Sebab, dengan adanya subsidi alat pelindung diri (APD) membuat masyarakat tak memiliki alasan untuk tidak menjalankan protokol kesehatan dengan disiplin.
"Misalnya satu orang diberi tiga buah face shield sama maskernya, katakanlah harganya Rp 120.000 diberikan supaya aman bagi seluruh pekerja di Indonesia yang jumlahnya ada 100 juta orang dalam bentuk barang itu nilainya baru Rp 12 triliun, bahkan lebih rendah dari program Kartu Prakerja yang mencapai Rp 20 triliun," kata dia.
Sebelumnya, Anies Baswedan mengancam untuk memperketat kembali PSBB pada Minggu (12/7) lalu. Hal ini lantaran kasus baru corona di Ibu Kota terus melonjak, dengan positivity rate atau angka rata-rata kasus positif corona dari jumlah pemeriksaan spesimen meningkat drastis hingga 10,5%.
(Baca: Fase Rawan Baru bagi Bisnis di Kala Pandemi Corona Makin Memburuk)
Pada Minggu jumlah kasus baru corona di Ibu Kota bertambah 404 orang, rekor tertinggi tambahan harian, serta merupakan angka tertinggi selama masa transisi diterapkan. Kondisi diperburuk lantaran 66% orang yang terpapar merupakan orang tanpa gejala atau OTG sehingga sulit dilacak.
"Hari ini (Minggu) Jakarta mengalami lonjakan kasus tertinggi, saya ingatkan pada semua warga jangan sampai situasi ini jalan terus sehingga kami harus menarik rem darurat atau emergency break policy," kata Anies dalam video yang diunggah akun YouTube resmi Pemprov DKI Jakarta, Minggu (12/7).
Anies menambahkan bila pengereman terpaksa dilakukan maka kegiatan akan kembali ke rumah. Akibatnya kegiatan ekonomi, agama dan sosial terhenti. "Kita semua yang akan merasakan kerepotannya," kata dia.
(Baca: Pengusaha Proyeksi Industri Tekstil Pulih pada Akhir 2021)