Nielsen: Penjualan Turun Akibat Daya Beli Lemah, Bukan Tren Online

Yuliawati
Oleh Yuliawati - Asep Wijaya
3 November 2017, 15:02
Toko retail
ANTARA FOTO/R. Rekotomo
Ilustrasi gerai retail.

"Akibat pencabutan subsidi itu, pengeluaran rerata kelompok ini untuk listrik naik tajam dari Rp 80.000 per bulan menjadi Rp 170.000 per bulan," tutur Faisal.

Pemerintah pun menyadari mengenai pelemahan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah. Pemerintah akan kembali menyalurkan dana desa pada 2018 sebesar Rp 60 triliun yang akan dikucurkan ke sekitar 74 ribu desa.  Angka ini terus meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp 47 triliun (2016) dan Rp 21 triliun (2015).

Berbeda dengan penyaluran sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana mengkaitkan penyaluran dana desa 2018 dengan kewajiban penyerapan tenaga kerja setempat.

Tren konsumsi kelas menengah atas 

Berbeda dengan kelompok menengah ke bawah, riset Nielsen menunjukkan masih terjadi pertumbuhan konsumsi di kelas masyarakat atas  sekitar 34%. Masyarakat kelas atas ini masih  mengeluarkan pendapatannya untuk biaya lifestyle seperti biaya makanan di restoran, namun tetap wait and see.

Penjelasan mengenai kondisi masyarakat kelas menengah atas ini, sinkron dengan analisis Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ari Kuncoro beberapa waktu lalu. Ari menyebut ada pergeseran konsumsi pada masyarakat kelas menengah atas. Sebagian besar golongan kelas ekonomi ini cenderung menunda konsumsi barang tahan lama untuk sekadar menikmati waktu luang.

(Baca: Pemasok Pasar Modern Genjot Distribusi ke Toko Online)

Salah satu indikasi yang dijadikan acuan oleh Ari adalah keingingan masyarakat untuk rekreasi atau menikmati waktu senggang ke luar kota. Kemacetan yang sering terjadi di sepanjang ruas tol Jagorawi arah Puncak, Bogor dan tiket kereta api yang terjual habis saat akhir pekan yang panjang menjadi salah satu parameternya.

“Sekarang bukan zamannya lagi pamer barang baru seperti handphone atau baju baru tetapi orang lebih suka pamer foto liburan yang langsung bisa di-upload di media sosial mereka,” kata Ari, beberapa waktu lalu.

Sebenarnya, lanjut Ari, nilai pendapatan bulanan masyarakat kelas menengah tidak mengalami peningkatan yang berarti. Tapi, untuk menunjukkan aktualisasi kelasnya, masyarakat golongan menengah ini harus membuat pilihan antara membeli barang elektornik atau melakukan hal lain. “Dan mereka memilih jalan-jalan,” kata Ari.

Faisal Basri menyatakan masyarakat kelas menengah atas melakukan pengalihan (switching) dari porsi pendapatan untuk belanja ke tabungan. Pada triwulan II-2016 porsi pendapatan masyarakat yang ditabung sebesar 18,6%, pada triwulan II-2017 naik menjadi 21,1%.

"Survei Kepercayaan Konsumen oleh Bank Mandiri juga menunjukkan kecenderungan serupa dan berlanjut. Berdasarkan survei itu, porsi pendapatan masyarakat yang ditabung naik dari 20,6% pada Juli 2017 menjadi 21,1% pada Agustus 2017," kata Faisal.

Pengalihan ke tabungan tampak pula dari akselerasi kenaikan dana pihak ketiga (DPK) di perbankan sejak Oktober 2016. Pada September 2016 pertumbuhan DPK hanya 3,5%. Sebulan kemudian naik menjadi 6,5%, lalu naik lagi menjadi 8,4% pada November dan 9,6% pada Desember.

Sejak Januari 2017 hingga Juni 2017 pertumbuhan DPK hampir selalu dua digit. Sebaliknya, kredit yang disalurkan perbankan melemah dan hanya tumbuh satu digit selama 19 bulan terakhir. "Jadi, dana masyarakat yang mengendap di perbankan mengalami peningkatan," kata dia.

Faisal menyarankan agar pemerintah menyasar kelas menengah atas dengan menggenjot sektor pariwisata. Dia menyebut,  terdapat potensi 78 Juta WNI yang siap untuk berwisata. "Tantangan pemerintah yang utama bagaimana mengajak warga negara Indonesia sendiri bisa berkunjung dan berwisata ke wilayah Indonesia sendiri," kata dia.  

Halaman:
Reporter: Asep Wijaya
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...