Isu Ganti Presiden Gerus Suara di Pilkada, Golkar Antisipasi di 2019
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Golkar Dedi Mulyadi menilai kekalahannya bersama Deddy Mizwar dalam Pilkada Jawa Barat harus menjadi pelajaran penting bagi Golkar dalam Pilpres dan Pileg 2019. Golkar menilai kekalahan dua pasangan ini lantaran gembosnya suara akibat isu "Ganti Presiden 2019" yang didengungkan pendukung Sudrajat-Ahmad Syaikhu.
Menurut Dedi, Golkar perlu mengantisipasi menguatnya isu tersebut. Karenanya, diperlukan langkah dan isu strategis di Jawa Barat menjelang pemilihan presiden dan pemilihan legislatif 2019.
"Salah membuat format pemilu untuk 2019, bisa jadi bencana bagi Partai Golkar," kata Dedi di DPP Golkar, Jakarta, Senin (2/7).
(Baca juga: Evaluasi Pilgub Jabar, Golkar Khawatirkan Elektabilitas Jokowi)
Berdasarkan hasil perhitungan suara cepat (quick count) berbagai lembaga survei, Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi hanya berada di posisi ketiga dari empat kandidat. Padahal berdasarkan hasil survei sebulan menjelang Pilkada, posisi mereka nomor kedua, bersaing ketat dengan Ridwan Kamail-Uu Ruzhanul Ulum.
Sementara, Sudrajat-Syaikhu dari berbagai survei memiliki elektabilitas dan popularitas yang tak mencapai 10% dari total elektabilitas berbagai kandidat pasangan calon di Pilkada Jawa Barat. Melalui penyebaran isu #2019GantiPresiden, suara Sudrajat-Syaikhu langsung melonjak drastis hampir mencapai 30%.
Dari hasil quick count, posisi Deddy-Dedi disalip Sudrajat-Ahmad Syaikhu yang berada di posisi ke dua dengan angka berbeda tipis dengan pasangan Ridwan-Uu.
Dedi, mengatakan isu #GantiPresiden2019 tersebut sukses mempengaruhi pemilih Deddy-Dedi yang mengalihkan dukungan kepada Sudrajat-Syaikhu.
Dedi sudah mengira jika isu #2019GantiPresiden akan digunakan untuk mendongkrak elektabilitas Sudrajat-Syaikhu. Hanya, dia mengaku kaget lantaran isu tersebut berdampak besar dan cepat.
"Kami tidak menduga ada gerakan sangat luar biasa dan gerakan itu masif pada isu," kata Dedi.
(Baca juga: Hasil Hitung Cepat, Lumbung Suara di Jawa Diamankan Pendukung Jokowi)
Menurut Dedi, isu #2019GantiPresiden efektif karena tak hanya disebarkan secara masif melalui media sosial. Hal itu juga diserukan secara aktif oleh para pendukung Sudrajat-Syaikhu secara langsung.
Dedi menuding, isu itu disampaikan mulai dari pembagian selebaran hingga adanya pengiriman paket barang ke rumah-rumah pemilih. Penyebaran itu, lanjut Dedi, tersistem secara merata di seluruh Jawa Barat.
"Ini yang pertama kali di Indonesia. Itu tidak main-main," kata Dedi.
Dedi menjelaskan, isu #2019GantiPresiden sukses menarik suara pemilih Deddy, lantaran mantan Wakil Gubernur Jawa Barat tersebut memiliki sejarah cukup dekat dengan PKS sebelumnya.
Deddy dulu kerap menyampaikan gagasan yang serupa dengan PKS, dan pemilihnya juga banyak berasal dari Depok, Bogor, dan Bekasi yang menjadi lumbung suara PKS.
PKS diketahui sebagai pengusung Sudrajat-Syaikhu dalam Pilkada Jawa Barat dan menjadi inisiator dari gerakan #2019GantiPresiden.
"Sehingga bisa dilihat terjadinya penurunan elektabilitas di Pilkada tersebut dalam satu bulan terakhir," kata Dedi.
(Baca juga: Siasat Gerindra dan PKS Dongkrak Suara di Pilgub Jabar dan Jateng)
Sebelumnya Wakil Sekjen Gerindra Andre Rosiande menyatakan salah satu pendongkrak meningkatnya suara Sudrajat-Syaikhu karena efek kampanye #2019GantiPresiden. Menurut dia, model kampanye tersebut cukup ampuh untuk membuat para pemilih melirik calon mereka.
Andre memaparkan partai pengusung Sudrajat-Syaikhu pasang strategi berkampanye di masa akhir menjelang pencoblosan. Sehingga, hasil kampanye baik secara nyata maupun dunia maya, tak terekam dalam survei. Dari berbagai survei, pasangan Sudrajat-Syaikhu hanya menempati posisi ketiga dari empat kandidat.
Hingga kini, partai pendukung Sudrajat-Syaikhu menolak mengakui hasil perhitungan cepat, dan mengklaim perhitungan internal menunjukkan pasangannya unggul. "Masih ada peluang calon kami meraih suara terbanyak, tunggu hasil rekapitulasi KPU," kata Andre.