Janji Prabowo-Sandi Membangun Pipa Gas dari Papua hingga Jawa
Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, Prabowo Subianto dan Sandi Salahuddin Uno, menjanjikan pembenahan sektor energi. Salah satunya adalah membangun infrastruktur pipa gas bumi di Indonesia dari Timur ke Barat untuk mendekatkan pasokan gas bumi ke konsumen.
Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Dirgo D Purbo mengatakan pembangunan pipa itu perlu karena industri tumbuh di wilayah barat Indonesia. Di sisi lain, cadangan gas banyak berada di Timur.
Dengan pipa itu, industri dan pembangkit listrik bisa mendapatkan jaminan pasokan gas. Apalagi, pasokan gas di Jawa saat ini berkurang sehingga banyak industri yang tutup. "Kalau tidak ada pasokan bagimana mau tumbuh," kata Dirgo dalam diskusi publik "Masa Depan dan Tantangan Pengelolaan Gas Bumi Nasional" di Jakarta, Selasa (15/1).
Pipa itu dibangun dari kawasan TImur seperti dari Papua hingga ke Jawa Timur. Pembangunan pipa ini juga berisiko kecil karena sudah ada yang terbangun sejak puluhan tahun seperti pipa gas dari Natuna ke Singapura yang sudah berlangsung sejak era 1980-an.
Meski tidak mau memerinci total investasi proyek pipa anyar itu, Dirgo mengatakan, pembangunan pipanisasi dari timur ke barat itu nantinya bisa dibangun oleh pihak swasta. "Kami buat aturan main," kata dia.
Menurut Dirgo, pasokan gas melalui pipa ini lebih efektif ketimbang menggunakan fasilitas terapung (FSRU). Ini karena dengan menggunakan FSRU, perlu biaya regasifikasi sehingga akan membenani biaya gas ke konsumen akhir.
Akan tetapi, Dirgo tidak bisa memastikan harga gas bisa murah ke konsumen dengan gebrakan pembangunan gas dari timur ke barat itu. Sebab harga akan tergantung dari lokasi sumber gas dan lokasi sumber pembeli. "Soal murah itu relatif," kata dia.
Pasokan gas ini nantinya bisa berasal dari Blok Masela dan Proyek Tangguh. Selain itu, bisa dari proyek baru. Pipa ini akan bersifat terbuka alias open access, sehingga akan membuat konsumen gas mudah dalam mendapatkan akses gas dari pipa yang sudah ada atau pipa yang akan dibangun.
Dari catatan PWYP, Indonesia setidaknya membutuhkan dana investasi US$ 24,3 miliar untuk membangun infrastruktur gas. Namun, ada tantangan juga seperti tidak ada insentif bagi badan usaha dan ketidak pastian aturan.
PWYP juga menilai investor yang akan membangun infrastruktur juga memiliki rasa takut jika setelah membangun infrastruktur ternyata menghadapi kesulitan dalam mendapatkan alokasi gas (pasokan) yang notabene akan mengganggu profitabiliti dari investasi. Apalagi jika cadangan gas Indonesia yang diperkirakan akan habis dalam 43 tahun ke depan atau 2061, jika tidak ada penemuan baru.
(Baca: Tiga Proyek Pipa Gas Selesai Tahun Ini)
Ciptakan Iklim Investasi Kondusif dan Gunakan Rupiah
Dirgo mengatakan program lain dari calon Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Sandiaga adalah menciptakan iklim investasi migas yang pasti dan nyaman bagi investor. Ini diperlukan agar investasi migas semakin masif di dalam negeri, sehingga kegiatan migas seperti eksplorasi meningkat. Apalagi menurutnya cadangan minyak saat ini hanya sekitar 3,17 miliar barel dan akan terus mengalami penurunan jika tidak ada penemuan baru.
Dirgo juga membeberkan rencana pihaknya untuk menjaga defisit neraca perdagangan yang selama ini disebabkan impor migas. Caranya dengan menerapkan pembayaran dengan rupiah dalam transaksi migas di dalam negeri.
Pembayaran dengan rupiah ini sejalan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah d Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Bayar gas ini pakai rupiah saja, karena defisit anggaran kami butuh dolar," kata dia.