Chevron Dikabarkan Minta Bagian Migas Lebih Besar dari Negara di Rokan
Chevron Indonesia mengusulkan agar bagi hasil yang diperolehnya di Blok Rokan lebih besar dari negara setelah kontrak berakhir. Ini karena dalam kontrak baru itu akan menggunakan skema gross split.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto mengatakan awalnya Chevron mengajukan perpanjangan kontrak dengan skema cost recovery dan gross split. Jika cost recovery artinya biaya yang dikeluarkan kontraktor akan diganti pemerintah. Namun, apabila gross split biaya ditanggung kontraktor.
Namun, saat itu pemerintah secara tegas menolak proposal cost recovery. “Kami bilang no way,” ujar Djoko di Jakarta, Kamis (7/6).
Pemerintah menginginkan Chevron mengajukan proposal dengan skema gross split. Namun, Chevron mengusulkan syarat untuk menggunakan gross split, yakni bagi hasil yang diperolehnya adalah sebesar-besarnya.
Namun, hingga kini pemerintah belum memberikan persetujuan atas usulan tersebut. “Dulu dia minta lebih besar kontraktor. Namun, kan kami evaluasi dan belum disetujui,” ujar Djoko.
Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 tahun 2017 yang sudah direvisi menjadi Peraturan Menteri ESDM Nomor 52 tahun 2017, persentase bagi hasil minyak untuk kontraktor adalah 43% dan sisanya pemerintah. Sedangkan bagi hasil gas 48% kontraktor dan 52% pemerintah.
Namun, itu belum menghitung adanya variabel split (bagi hasil) yang akan menambah sesuai kriteria dan diskresi Menteri ESDM. Pasal 7 Peraturan Menteri ESDM Nomor 52 tahun 2017, tidak membatasi Menteri ESDM memberikan tambahan bagi hasil bagi wilayah kerjanya tidak ekonomis. Pada aturan lama, diskresi ini dibatasi maksimal 5%.
Selain itu, menurut Djoko, dalam proposal perpanjangan itu, Chevron menawarkan penggunaan teknologi baru yakni Enhanced Oil Recovery (EOR) skala penuh. Teknologi ini sudah diuji coba di Lapangan Minas.
Teknologi ini diklaim bisa menaikkan produksi minyak Blok Rokan hingga 500 ribu barel per hari. Saat ini produksinya 212.316 bph. Bahkan teknologi ini bisa menambah cadangan sebesar 1 miliar barel.
Namun, hingga kini Kementerian ESDM belum memastikan apakah Blok Rokan akan diserahkan ke Chevron. Apalagi, PT Pertamina (Persero) juga mengajukan penawaran pengelolaan blok tersebut. Yang jelas, keputusan itu akan diambil Juli 2018. “Mengacu aturan menterinya, ditawarkan ke Chevron dulu. Kalau tidak deal baru diberikan ke Pertamina,” ujar dia.
Kementerian ESDM memiliki kriteria kepada pihak yang ingin mengelola Blok Rokan. Pertama, bisa meningkatkan produksi atau minimal mempertahankan. Kedua, nilai bonus tanda tangannya besar.
(Baca: Luhut Buka Peluang Chevron Dapat Perpanjangan Kontrak Blok Rokan)
Sementara itu, pihak Chevron belum berkomentar mengenai permintaan bagi hasil yang besar. Senior Vice President Policy, Public and Government Affairs Chevron Indonesia Yanto Sianipar belum membalas pesan yang dikirimkan.